PALU – Iklim berinvestasi di Sulawesi Tengah perlu dijaga agar benar-benar memberikan manfaat bagi daerah, salah satunya dengan meminimalisir risiko. Salah satu upaya untuk memitigasi risiko yakni dengan ketaatan dalam penyampaian laporan kegiatan penanaman modal (LKPM) lewat aplikasi OSS (online single submission).
Hal itu menjadi penekanan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sulawesi Tengah, Novalina saat membuka kegiatan Bimbingan Teknis Implementasi Perizinan/Pengawasan Berusaha Berbasis Resiko, yang digelar Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sulteng, Jumat (29/11) akhir pekan kemarin.
Baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA), dari awal sudha harus melaporkan secara transparan jenis usaha yang akan dilakukan apakah berisiko rendah, sedang atau tinggi.
“Ini bagian dari mitigasi risiko, sehingga dari awal pemerintah bisa melakukan identifikasi, dan ini menjadi acuan dalam melakukan pengawasan secara berkala,” sebut Novalina, yang juga mantan Sekretaris DPMPTSP.
Di hadapan para pelaku usaha, Novalina mengingatkan, bahwa LKPM sudah harus disampaikan ketika pelaku usaha melakukan permohonan izin. Tidak hanya ketika bermohon, saat usaha tersebut telah berjalan pelaporan juga harus dilakukan secara berkala, sehingga pemerintah lewat Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal DPMPTSP Sulteng.
“Ini semua agar ekosistem berusaha di daerah kita tetap aman. Bukan hanya untuk pelaku usaha saja, tapi untuk masyarakat sekitar, lingkungan maupun pekerja itu sendiri,” harapnya.
Dia pun menegaskan, dengan adanya OSS ini, memudahkan pelaku usaha, kapanpun dan dimanapun dapat melaporkan LKPM-nya. Sehingga, tidak ada alasan tidak melaporkan kegiatan penanaman modal secara berkala.
“Berbeda kalau dulu saya masih di DPMPTSP dokumennya di antarkan langsung saat melaporkan kepada kami. Sekarang sudah canggih, sudah ada sistemnya. Sehingga saya bingung kalau masih ada perusahaan yang tidak melaporkan LKPM-nya,” sebut Novalina.
Lanjut dia, jangan nanti setelah izin dicabut barulah pelaku usaha kebingungan. Seperti yang baru-baru ini dilakukan pihak pemerintah pusat dalam hal ini Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia (BKPM RI) yang mencabut 24 izin usaha pertambangan di Sulawesi Tengah. Salah satu penyebab dicabutnya izin, juga karena perusahaan-perusahaan tersebut tidak tepat waktu dalam melaporkan LKPM, sehingga dianggap sudah tidak lagi berkegiatan.
“Presiden Prabowo dalam suatu kesempatan sudah memerintahan untuk melakukan penertiban izin, sehingga itu sudah jadi perhatian semua lembaga pemerintah, termasuk pemerintah daerah untuk menindaklanjuti itu,” ungkapnya.
Dalam kesempatan ini, Novalina juga menyinggung, terkait masih rendahnya Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dibanding Penanaman Modal Asing (PMA). Hal itu kata dia, menjadi pekerjaan rumah pemerintah daerah untuk terus meningkatan investasi dari PMDN.
“Kita terus berusaha meningkatkan pemahaman kepada pelaku usaha dalam negeri, bahwa investasi tidak hanya dari PMA saja, tapi PMDN. Upaya pemerintah daerah sudah cukup banyak, untuk ajak pelaku usaha dalam negeri berinvestasi di Sulteng. Kita tidak boleh lelah dan bosa terus mengajak, dan meningkatkan potensi-potensi kita, seperti pariwisatab dan lainnya,” tandas Novalina.
Terpisah, Kepala Bidang Pengendalian dan Pelaksanaan Penanaman Modal, Minarni Nongtji menyampaikan, penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko melalui sistem OSS wajib dilaksanakan seluruh pelaku usaha. Hal ini juga sebagai upaya, bersama-sama meningkatkan realisasi penanaman modal di daerah. Disampaikan Minarni, bahwa penyederhanaan perizinan berusaha yang dilakukan melalui sistem OSS, diharapkan mampu mendorong peningkatan investasi dan memacu pertumbuhan kegiatan berusaha.
“Sehingga pada gilirannya bisa membuka berbagai lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah kita,” kata Minarni.
Menurut dia, tujuan OSS adalah agar para pelaku usaha, termasuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah bisa memulai usahanya dengan lebih cepat dan mudah. Dalam pengembangannya sistem OSS ini mengalami penyempurnaan menjadi OSS RBA (online single submission berbasis risiko).
“Di mana perizinan berbasis risiko ini mengkategorikan pelaku usaha berdasarkan tingkat risiko dari kegiatan usahanya, yang dibagi menjadi usaha dengan tingkat risiko rendah, risiko menengah rendah, risiko menengah tinggi dan risiko tinggi,” papar Kepala Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal.
Dia juga menjelaskan, untuk usaha tingkat risiko rendah cukup dengan mendaftarkan ke OSS. Sementara, kata dia, untuk usaha tingkat risiko menengah tinggi, perizinan berusaha dengan nomor induk berusaha (NIB) dan sertifikat standar, dimana sertifikat standar tersebut harus diverifikasi oleh Kementerian/Lembaga atau Pemda sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pemenuhan standar kegiatan usahanya.
“Kemudian untuk usaha tingkat risiko tinggi, perizinan berusaha dengan NIB dan izin, di mana membutuhkan verifikasi dan persetujuan dari Kementerian/Lembaga atau Pemda sesuai dengan kewenangan untuk dapat operasional,” jelasnya.
Untuk para pelalu usaha yang tingkat risiko menengah dan tinggi, juga diminta memasukan laporan sesuai dengan kondisi perusahaan yang ada di lapangan. Sebab, pihak DPMPTSP melalui Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, juga akan turun melakukan pemantauan apakah data yang disampaikan dalam OSS sudah sesuai dengan fakta di lapangan.
“Termasuk kami juga akan turun melakukan inspeksi lapangan ke pelaku usaha, bila menerima aduan dari masyarakat,” terangnya.
Lebih jauh disampaikan Minarni, manfaat dari pelaporan secara rutin pelaku usaha lewat OSS ini, juga untuk mengukur realisasi penanaman modal di daerah serta data penyerapan tenaga kerja, baik itu tenaga kerja lokal maupun tenaga kerja asing. Juga data realisasi tanggunggjawab sosial yang sudah dilakukan oleh pelaku usaha selama berinvestasi. (agg)