KABUPATEN Buol tidak lama lagi akan menghelat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), bersamaan dengan pesta demokrasi yakni Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024, yang akan menggelar secara serentak pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan anggota legislatif (Pileg), dan juga Pilkada.
Kontestasi ini sangat menarik untuk disimak. Bahkan Bawaslu Sulteng enggan melewatkan momentum penting ini dalam giatnya Selasa kemarin bertepatan dengan 14 Februari 2023, setahun menjelang pesta akbar demokrasi itu.
Menariknya, sehari sebelum peringatan setahun hari pemungutan suara (voting daya), di kegiatan Bawaslu Sulteng Senin kemarin (13/02/2023), media ini sempat mewawancarai Kepala Badan (Kaban) Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Poso Erawanto Timumun. Sosok satu ini birokrat sejati, namun lebih banyak bertarung dan bertugas di wilayah Sintuvu Maroso, tana Poso, yang juga disebut daerah wisata 1.000 megalith.
Banyak hal menarik saat berdiskusi dengan mantan wartawan dan jurnalis di salah satu media berpengaruh di Sulteng ini. Maklum saja, menjelang tahun politik seperti saat ini, diskusipun larinya ke masalah tahun 2024. Ditambah lagi, Erawanto hidup dan berkembang sebagai aktivis pemuda, dan memiliki keluarga politisi.
Inilah yang mau digali kepada sosok yang masih meniti kariernya sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) ini. Dirinya mengakui masih terikat sebagai ASN hingga tahun 2025 nanti. Tetapi bila ada panggilan yang kuat dari “arus bawah” masyarakat, tentu saja, akan dia pertimbangkan.
Meski sudah lama tinggal di luar daerah, katakanlah sebagai perantau, sejak SD kelas 2 tinggalkan kampung halamannya Kabupaten Buol. Tetapi Erawanto tidak sedikitpun melupakan negeri leluhurnya itu.
Dengan cerita bertutur, Erawanto mengaku hingga saat ini dia selalu berpegang pada filosofi lama Buol, kelepo mamaino agu kovu Vuoyo, artinya dimana pun saya berada tidak pernah sedikitpun saya melupakan daerah saya daerah Buol.
“ Saya sejak kecil meninggalkan Buol, sejak SD kelas 2. Tapi, ketika saya meninggalkan Buol tidak sedikitpun bahasa Buol itu saya lupakan. Tidak pernah sedikitpun saya melupakan daerah Buol. Ketika saya datang ke Buol, bahasa Buol tidak pernah saya lupakan, “ ungkap Erawanto.
Itu artinya apa? Perhatian saya kepada Buol itu tinggi sekali dari berbagai aspek. Sehingga bila ada yang bertanya, apakah kenalan, keluarga, sahabat dekat, handai taulan, atau orang yang kenal saya dan bertanya bagaimana pak Erawanto, apakah setelah ini setelah mengabdi sebagai ASN akan kembali ke kampung halaman di Buol?
“ Saya katakan kembali atau tidak ke Buol saya tetap akan mencurahkan perhatian saya ke Buol. Tetap Buol dan segalanya, “ tegasnya.
Dijelaskannya, sebagai seorang ASN yang masih aktif jelas masih terikat pada peraturan ASN. Tentu kita tidak bisa terikat dengan salah satu partai, bila ada tawaran. Ada mekanismenya. Ada aturan mainnya, misalnya dengan kesadaran sendiri mengundurkan diri dari ASN. Selanjutnya memenuhi panggilan sebagai bakal calon kepala daerah. Kita taat aturan.
“ Tetapi jika ada simpati datangnya dari warga masyarakat, saya kira itu menjadi catatan sendiri bagi saya kedepan, “ cetusnya.
“Jika ada simpati atau harapan-harapan dari masyarakat, dan bagi saya menjadi nomor berapapun, apakah nomor satu atau nomor dua bagi saya lain persoalan. Yang terpenting pengabdian, dan komitmen bagaimana memajukan aderah kita, “ tandasnya.
Dengan catatan kata dia, ada satu syarat. Apa itu? Syararatnya, bahwa menjadi pemimpin itu bukan ladang mencari kesenangan kehidupan atau menjadi kaya. Tetapi bagaimana meletakkan diri kita untuk mengabdi dan memajukan daerah kita demi kemaslahatan semua masyarakat yang ada di wilayah Kabupaten Buol.
Narasi dia seperti ini, dia rasakan ketika masih aktif menjadi wartawan. Ketika itu dia banyak merasakan denyut nadi kehidupan masyarakat Buol.
“ Saya paham benar apa yang mereka inginkan kedepan. Demikian juga dengan kehidupan di kalangan kepemudaan yang begitu peduli dengan suasana kehidupan masyarakat Buol, “ ucapnya.
Nilai plus atau nilai tambah Erawanto Timumun adalah pernah menjadi Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), dan beberapa prestasi organisasi dan kemasyarakatan. Selama memimpin KNPI interaksinya dengan sesama pemuda di berbagai OKP sangat kuat.
“Saya cukup atensi dengan kelompok-kelompok pemuda seperti itu. Saya kira, kalau kekuatan-kekuatan seperti ini kita padukan dengan cita-cita besar yang ingin saya wujudkan menjadi seorang pemimpin bukan harus menjadi kaya. Tetapi kita harus siap menderita, mewakafkan diri kita untuk melayani masyarakat dalam rangka menggenjot dan membangun daerah kita, “ cetus dia.
“Karena itu, jika benar ada masyarakat yang menyatakan menginginkan saya maju mencalonkan diri sebagai kepala daerah, hari ini juga saya tinggalkan ASN saya, “ pungkasnya.
Alumni jurusan Filsafat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu tahun 1991 ini memang petarung, sangat luwes bergaul dan akrab dengan seluruh tokoh-tokoh di Kabupaten Poso.
Saking dekatnya, Erawanto pernah diutus mengikuti Rakernas Pasrisada Hindu di Bali. Selalu menjadi narasumber di Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan menjadi Wakil Ketua (Waket) tahun 2006 di Poso. Pada tahun 2003 pernah menjadi pembicara di kemah Pemuda Gereja Poso.
Hingga menggagas pemekaran Kota Poso yang digulirkan sejak tahun 2007, disetujui oleh Gubernur HB Paliudju dan Ketua DPRD Sulteng Prof Aminuddin Ponulele. Selanjutnya, masuk dalam kepengurusan MUI Kabupaten Poso, dan Wakil Ketua I LPTQ Poso.(mch)