BANGKEP-Aktivis lokal dan perempuan adat Seasea Desa Kombakomba, Kecamatan Bulagi, Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep), Tiin Yanggolo, dalam percakapannya dengan Radar Sulteng menceritakan sepak terjangnya dalam merawat dan membesarkan peran budaya dan adat istiadat setempat bahkan melindungi ekosistem alami dan keanekaragaman hayati
Meski hanya sebatas lingkup keluarganya, sekitar sembilan orang, tetapi dia dan masyarakatnya terus berkarya, mengembangkan adat istiadat warga Kombakomba. Tiin dan suaminya Alfius Sangande, serta keluarga lainnya jalan terus melestarikan adat berupa tari-tarian yang kini digelutinya.
“ Tarian yang saya kembangkan ini sangat unik. Khas adat daerah kami di Kombakomba berupa tari-tarian yang mengambil ilham atau inspirasi dari lingkungan alam sekitar kami. Gerak dasarnya berasal dari alam, “ jelas Tiin.
Menurutnya, tari-tarian adat yang dia sajikan itu dipertunjukkan kepada para tamu luar daerah maupun dari para peneliti yang telah datang jauh-jauh untuk melihat budaya dan adat mereka.
Dulu mereka (para tamu) mengira hanya keunikan alam dan budaya ada di Kololomboi, sebuah dusun pinggiran hutan di barat Banggai Kepulauan (Bangkep).
“ Mereka (para pengunjung) mengira adat di Bangkep itu hanya ada di Kololomboi saja, padahal begitu mereka sampai di sini. Mereka terkesima, ternyata adat dan pemandangan alam Desa Kombakomba itu lebih indah dan sejuk, enak di pandang mata dari pada wilayah yang lebih dulu terkenal, “ kata Tiin.
Selain menjaga dan merawat adat dan budaya Tiin, dan suaminya Alfius, selalu menjaga kelestarian alam, termasuk didalamnya satwa endemik, misalnya dua spesies kuskus, dan burung langka seperti Gagak Banggai, dan Kailong atau burung Gosong (sejenis Maleo yang hanya ada di Kepulauan Banggai dan Kepulauan Sula). Tiin dan keluarga adatnya sangat memperhatian kelestarian hutan di sekeliling mereka.
Yang luar biasa, Tiin dan suaminya telah berswadaya membuat kawasan konservasi masyarakat. Mereka merelakan sebagian areal kebun mereka untuk dihutankan kembali. Konservasi satwa dan habitat dilakukan secara swadaya demi melindungi keanekaragaman hayati yang unik di Banggai Kepulauan.
Jadi senafas dengan yang dilakukannya bersama pengembangan adat. Tetapi adat yang dia jaga itu masih kurang diperhatikan oleh pemerintah. Salah satu buktinya kata Tiin, para staf pegawai pemerintah daerah kalau datang ke tempatnya di Kombakomba hanya buka-buka laptop, setelah itu pulang. Tidak ada lagi kabar berita, pasca mereka para pegawai pemerintahan itu datang. Dibiarkan.
“Lalu, dimana negara? Harusnya hadir di tengah-tengah kita, membantu membangun fasilitas adat kami yang jauh dari kata layak ini,” ucapnya.
“ Mestinya, mereka itu tanyakan kepada kami, berdiskusi tentang apa kebutuhan kami terkini, lalu segera turunkan bantuannya apa yang ingin dibantu. Supaya benar-benar negara hadir di tengah-tengah masyarakat kami ini, “ paparnya.
Dalam pergaulannya, seperti yang ditambahkan Alfius, suami Tiin Yanggolo, mereka juga sering membuka diri dan pergi ke desa-desa dan kecamatan tetangga. Sekaligus melakukan study banding di pulau sebelah. Mereka menemukan hal-hal diluar perkiraan mereka. Para pekerja ternyata orang-orang dari Pulau Peling, atau orang-orang dari Kombakomba juga. Berarti sumber daya manusia (SDM) Kombakomba dipakai oleh orang lain. Bisa bersaing dengan orang lain.
“ Maka dari itu kami tetap berada di Kombakomba saja. Toh SDM di tempat lain juga menggunakan SDM Kombakomba. Ini yang membuat kami memiliki modal besar untuk terus bertahan dan mengembangkan adat budaya serta menjaga kelestarian hutan dan satwa sesuai dengan kemampuan yang kami miliki, “ jelas Alfius, menambahkan keterangan dari isterinya, Tiin Yanggolo.
Harapan mereka berdua, pemerintah harus memperhatian nasib adat dan budaya masyarakat Kombakomba yang nyaris punah ini. Sebab bila ini tidak dilestarikan, maka diprediksi adat dan budaya yang ada di Kombakomba akan punah. Adat dan budaya kini hanya digunakan oleh keluarganya, beserta kerabatnya. Rumah adat saja dibangun seadanya bersama keluarganya.
Rumah adat itu berupa rumah panggung, dari bahan kayu. Menurut para pengunjung rumah tradisional adalah sangat asri. Betapa luar biasanya kegigihan sepasang suami istri berusia lanjut dan pra sejahtera ini.
“ Bila kami ini sudah tua-tua, kemudian kami meninggal entah bagaimana keberlangsungan adat dan budaya kami ini selanjutnya, “ demikian Tiin.
Dikonfirmasi, Bupati Bangkep Ihsan Basir, SH., LLM, merespon masukan dari masyarakat, menjelaskan terkait masalah kebudayaan daerah bahwa Undang-undang No 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang mengatur tentang apa saja yang menjadi wilayah yang perlu dikelola daerah tentang cagar budaya yang berada di daerah. Terdiri dari benda Cagar budaya, Bangunan Cagar Budaya, struktur cagar budaya, benda Cagar Budaya, situs Cagar Budaya dan kawasan Cagar Budaya.
Undang-undang ini diatur lebih detail dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 1 tahun 2022 tentang Registrasi Nasional dan Pelestarian Budaya. Undang-Undang No 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang mengatur tentang kewajiban daerah untuk merumuskan PPKD (Pokok pikiran Kebudayaan daerah) yang menjadi rencana strategi daerah dalam memajukan kebudayaan Daerah. Didalamnya megatur bagaimana daerah menyusun rencana pemajuan kebudayaan daerah yang terdiri dari 10 OPK (Objek Pemajuan Kebudayaan) di tambah Cagar Budaya. 10 OPK tersebut adalah, Tradisi Lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional.
Kemudian, 3. Undang-Undang No 5 tahun 2017 di kuatkan dengan Pepres no 65 tahun 2018 tentang Tata Cara Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah dan Strategi Kebudayaan. 4. Permendikbud no 45 tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah.
Selanjutnya, menanggapi Pemerintah daerah tidak peduli dengan budaya dan adat yang berkembang di Desa Kombakomba Kabupaten Bangkep dikatakan Bupati itu tidak benar.
“ Tidak benar itu. Bukan tidak merespon tetapi masyarakat/pemerintah desa tidak pernah menyampaikan laporan dokumen secara tertulis maupun ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan khususnya bidang kebudayaan terkait maksud masyarakat tentang budaya dan adat yang ada di Komba-komba, budaya dan adat tersebut unik, menarik original yang ada di Desa Kombakomba, sehingga dapat menjadi salah satu yang Insyah Allah kedepan kita dampingi dan berdayakan, “ kata Bupati.
Menurutnya, jika Pemerintah tidak peduli dengan budaya dan adat Bangkep, sesungguhnya sejak 2019 pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sudah melaksanakan amanat Undang-Undang No 5 tahun 2019 untuk menyusun dokumen PPKD yang melibatkan seluruh perwakilan toko adat di masing-masing kecamatan.
“ Yang menurut hemat kami, menjadi pondasi awal bagaimana mengembangkan kebudayaan daerah adalah daerah wajib menyusun dokumen PPKD sesuai amanat Undang-undang no 5 tahun 2017, dan alhamdulillah dokumen itu berhasil disusun, kemudian Dokumen itu sudah diserahkan sampai ke tingkat Provinsi dan tingkat Pusat, “ ungkapnya.
Dijelaskannya, dalam dokumen tersebut tertuang berbagai rencana induk pengembangan kebudayaan daerah selama lima tahun kedepan. Termasuk pengembangan cagar budaya, bahasa, kesenian, dan lainnya sesuai dengan 10 Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) dan cagar budaya. Seharusnya masyarakat dan Pemerintah Desa sebagai ujung tombak pemajuan kebudayaan daerah seharusnya proaktif menyampaikan laporan awal kepada bidang kebudayaan dengan membawa dokumen awal tentang budaya dan adat yang ada di masyaakat untuk dikaji secara bersama bidang kebudayaan, sehingga dapat menjadi prioritas program yang terkait langsung dengan dokumen PPKD yang ada di daerah. (ini menjadi upaya pemerintah untuk meletakkan pondasi pengembangan kebudayaan).
Selanjutnya, pada tahun 2022 Bangkep mengirim 9 nama yang mengikuti tahapan seleksi Team Ahli Cagar Budaya (TACB). Pada sesi ini, Kabupaten Bangkep berhasil memiliki dua orang yang dinyatakan kompoten untuk menjadi TABC. Sekadar catatan, bahwa di Sulawesi Tengah (Sulteng) TACB hanya dimiliki oleh Provinsi, Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Kabupaten Poso, Tojo Unauna (Touna) dan Bangkep.
“Team ini memiliki legalitas untuk merekomendasikan penetapan Cagar Budaya yang ada di daerah. Keberadaan TACB di daerah menjadi salah satu legalitas pintu masuk untuk mengembangkan kebudayaan daerah (ini juga menjadi upaya pemerintah untuk mendorong percepatan pengembangan kebudayaan/karena sangat sulit untuk mendapatkan legalitas tersebut), “ sebut Bupati.
Selanjutnya, di tahun 2022 juga master plan Imam Syahban juga telah selesai dilaksanakan. Tahun 2023 melalui Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkep dan Dinas Pendidikan telah menetapkan TACB dan team Data Pokok Kebudayaan (Dapobud) yang siap menerima laporan masyarakat terkait dengan kebudayaan daerah untuk di registrasi.
Pada tahun 2023 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, melalui Bidang Kebudayaan baru memiliki anggaran untuk menetapkan dua cagar budaya daerah yaitu Makam Imam Syahban dan Monumen Trikora yang Insyah Allah menjadi objek cagar budaya yang tidak hanya berstandar daerah tetapi berstandar nasional.
Upaya lain pemerintah, pada tahun 2023 juga daerah menggangarkan kegiatan yang menampung aspirasi tentang rumah adat dan pakaian adat yang akan diusulkan dalam ketetapan Bupati Bangkep. Kemudian, program pengembangan Kawasan Lipuadino (Imam Shaban) juga telah dianggarkan melalui pembangunan pintu gerbang kawasan Lipuadino. Ada anggaran pembebasan kawasn Lipuadino sebesar kurang lebih 10 hektare.
Sebelumnya, pada tahun 2020 dan 2021 usulan penelitan pengkajian kamus Bahasa Banggai di bidang kebudayaan diusulkan namun belum mendapat perhatian.
Untuk komunitas budaya di beberapa kecamatan di tahun 2018 dan 2019 Pemerintah daerah menganggarkan Sanggar Kebudayaan dalam bentuk bangunan sanggar kebudayaan, sekalipun di lapangan tampak tidak termanfaatkan dengan baik oleh masyarakat.
“ Sesungguhnya jika dikatakan Pemerintah tidak peduli terhadap budaya dan adat masyarakat itu juga tidak benar. Karena bidang kebudayaan telah berupaya untuk melaksanakan berbagai program yang diamanatkan oleh Undang-undang. Jika masih kurang, mungkin, tetapi kita berupaya memaksimalkan kemampuan daerah yang ada, “ ujarnya.
Mengenai bantuan dari pemerintah yang minim. Dikatakannya, pada tahun 2021 Pemerintah pernah mengusulkan Kampung Adat. Dimaksudkan adalah untuk mencoba melihat dan menetapkan kampung/desa mana yang masih betul-betul menjaga adat istiadat kepelingan sesuai dengan maksud dari Undang-undang no 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang di dalamnya mengatur tentang adat istiadat.
Kepedulian yang dimaksud seharusnya dimulai dari pemerintah desa, karena merekalah pemilik sesugguhnya. Pemerintah daerah mendorong sesuai dengan kewenangan yang ada, dengan mempertimbagkan aspek daya dukung pengakuan legalitas kebudayaan dan penggangaran sesuai dengan kemampuan yang ada.
“Seharusnya Pemerintah Desa proaktif memulai, dan Pemerintah daerah mensupport dalam bingkai Festival daerah atau apresiasi budaya tingkat kabupaten, “ tandasnya.
Soal kedatangan staf pegawai, yang hanya sebentar datangnya, Bupati mengatakan, “Setahu kami tidak ada staf Kebudayaan yang datang ke Komba-komba. Karena survey yang pernah dilakukan bidang kebudayaan hanya pada saat penyusunan PPKD untuk bahan ketika FGD dilakukan, namun lokusnya tidak ke Komba-komba. Untuk spot Komba-komba sampai saat ini kami belum mendapat laporan dari masyarakat atau pemerintah desa apa yang menjadi keunikan budaya dan adat disana. Jika ada laporan, kemungkinan kami akan melakukan klarifikasi.
Dijelaskan Bupati masyarakat adat masuk kategori warisan budaya tak benda, yang juga menjadi fokus bidang kebudayaan adalah bagaimana menetapkan objek Cagar Budaya/benda maupun tak benda (ODCB) menjadi Cagar Budaya, dan bagaimana melestarikannya.
“ Karena semua yang diceritakan oleh masyarakat saat ini di berbagai tempat masih konteksnya Objek yang diduga Cagar Budaya (ODCB). Untuk itu, tahun ini kami baru fokus di dua ODCB yaitu Imam Syahban dan Monumen Trikora. Hal ini dilakukan dua ODCB tersebut yang secara bukti memiliki bukti dukungan dokumen yang memenuhi, baik secara fisik maupun tulisan akademik dan juga karena keterbatasan daya dukung yang ada. Sesungguhnya kewajiban Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk semua objek namun keterbatasan daya dukung yang ada dinas dengan bijak melakukan tahap demi tahap. Masyarakat adat juga menjadi wilayah bidang kebudayaan terkait dengan warisan budaya Tak Benda yang ada di masyarakat adat, “ paparnya.
Bupati memberikan tanggapannya masih maraknya perburuan satwa, dan satwa endemik yang hidup di Kabupaten Bangkep. Bupati Bangkep telah mengeluarkan Instruksi Bupati Banggai Kepulauan No. 1 Tahun 2023 tentang Larangan Perburuan (Menembak dan Membunuh) Satwa Endemik yang Dilindungi di Kabupaten Banggai Kepulauan yang menjadi pedoman seluruh masyarakat Banggai Kepulauan dalam pelestarian Satwa Endemik di Bangkep.
Begitupula dengan Perda pelestarian lingkungan hidup. Pemkab sudah mewujudkannya dalam bentuk Perda No. 4 tahun 2017 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kedua, Perda No. 15 tahun 2019 tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah. Ketiga, Perda No. 16 Tahun 2019 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst Banggai Kepulauan.
“Perda tentang Adat Istiadat sudah ada juga, yakni Perda No. 14 Tahun 2019 tentang Pemberdayaan, Pelestarian, Perlindungan Adat Istiadat dan Lembaga Adat,” pungkas Bupati.(mgl)