PALU-Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulteng, Dedi Askari, SH, mengunjungi rekan sejawatnya Yahdi Basma, SH, di Rutan Maesa Palu. Kunjungan ini bagi Komnas HAM untuk memastikan pelaksanaan hak pilih bagi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan. Sekaligus Komnas HAM mendesak Presiden RI Joko Widodo memberikan amnesty kepada Yahdi Basma.
“Salah satu agenda kerja Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah jelang Pemilu 2024 ini adalah memastikan pelaksanaan hak pilih warga binaan Pemasyarakatan dapat terlaksana dengan baik. Demikian pula dengan sejumlah tempat tertentu seperti Rumah Sakit, dll, yang memungkinkan digelar di Temp0at Pemugutan Suara (TPS) khusus saat hari pemungutan suara kelak, ” demikian uraian Dedi Askari dalam kunjungan resmi Komnas HAM ke Rutan Kelas II-A Palu, Selasa (09/05/2023).
Didampingi dua staf kantor Perwakilan Komnas HAM Sulteng, Doly dan Edy, Kepala Perwakikan lembaga ekstra uxulury state yang dibentuk Presiden itu, Dedi Askari, diterima di ruang kerja Kepala Rutan Palu, Yansen, bersama sejumlah stafnya, didampingi Kepala Pengamanan Rutan I Wayan Wiranata. Setelah bersilaturahmi dengan pimpinan Rutan, Dedi Askari kemudian membesuk Yahdi Basma, salah satu tahanan di Rutan Kelas II-A Palu itu.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulteng Dedi Askari berdiskusi dengan Yahdi Basma mengenai berbagai hal terkait pemajuan pelayanan Rutan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).
Salah satu topik menarik yang didiskusikan oleh Dedi dan Yahdi adalah upaya permohonan amnesty yang dilayangkan Yahdi kepada Presiden Jokowi.
“Sejauh ini, permohonan Amnesty YB (Yahdi Basma, red), telah ada di meja Presiden Jokowi sejak Januari 2023 silam. Berkas permohonan YB itu telah dilampiri surat resmi dari Kemenkopolhukam yang ditandatangani oleh Menteri Polhukam dan HAM Prof. Mahfud MD, dan surat resmi Kemenkumham yang diteken oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, ” sebut Dedy Askari menirukan penyampaian Yahdi Basma.
Dalam pressrelease yang dikim Komnas HAM Perwakilan Sulteng, disebutkan, sejak proses hukum yang mendera Yahdi Basma, ia melakukan upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali (PK), namun ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Secara paralel, Yahdi juga mengajukan Permohonan Amnesty kepada Presiden pada 9 September 2022.
“Ya, waktu itu saya berkomunikasi dengan Waketum DPP NasDem Ahmad Ali, dan beliau merestui bahkan gembira dan mendukung upaya amnesty yang saya ajukan, ” sambung Dedi Askari menirukan Yahdi Basma.
Diketahui, sejumlah orang di Republik ini pernah mendapatkan amnesty Presiden Jokowi terkait kebebasan berpendapat, yakni terhadap orang yang dikriminalisasi oleh pasal karet di UU ITE, khususnya Pasal 27 ayat (3). Pasal defamasi ini terkait delik pencemaran nama baik dan atau penghinaan.
“Dari catatan itu, saya kira, Presiden Jokowi harusnya equal, tegak lurus, juga memberikan amnesty kepada YB ini, apalagi perbuatan YB dalam dakwaan kasusnya, kan itu soal pembelaan dia kepada Jokowi saat Pilpres 2019 lalu, ” sambung Dedi Askari.
Diketahui, cuitan YB yang menjadi objek perkara adalah ketika ia kritisi isu “People Power” yang waktu itu disinyalir digerakkan oleh pendukung Prabowo-Sandi saat Pilpres 2019. Saat itu beredar foto koran dengan judul “Longky Djanggola Biaya People Power di Sulteng.” YB kemudian mengomentari dengan caption: Lebih baik beliau biayai pengungsi yang saat ini menderita di shelter pengungsian…dst….Cuitan YB tersebut dia lakukan pada 20 Mei 2019 silam, lalu dilaporkan ke Polisi dan terus bergulir lebih 3 tahun ini hingga YB ditangkap di Batam pada 13 Maret 2023.
Tercatat Baiq Nuril, Prita Mulyasari, korban UU ITE pasal defamasi yang pernah diberikan amnesty oleh Presiden Jokowi pada 2019 dan 2020 silam. Belum lama ini, Saiful Muhdi, dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Aceh yang dipidana penjara 3 bulan atas laporan pimpinan kampusnya, juga diberikan amnesty pada Juli 2021.
Yahdi Basma, politisi Partai NasDem yang saat ini masih tercatat sebagai anggota DPRD Provinsi Sulteng, juga dikriminalisasi via delik defamasi/pencemaran nama baik di Pasal 27 (3) UU ITE, dijatuhi pidana penjara 10 bulan lantaran kritiknya kepada Gubernur Sulteng periode 2016-2021 Longky Djanggola.
Menurut data PAKU ITE (Paguyuban Korban UU ITE) Jakarta, pidana yang dijatuhkan kepada Yahdi Basma ini adalah pidana terlama dari seluruh korban UU ITE se Indonesia, terkait pencemaran nama baik.
Di hadapan Dedi Askari, Yahdi Basma memuji kinerja Kepala Rutan bersama jajaran Polisi Khusus Pemasyarakatan (Poksuspas). “Alhamdulillah, kami berterimakasih, layanan pihak Rutan Palu sejauh ini kami alami soal pelaksanaan hak dasar narapidana, termasuk hak melaksanakan ibadah, hak atas layanan gizi, apalagi soal hak mendapat kunjungan dari pihak keluarga dan kerabat, pelaksanaannya sangat baik,” ujar Yahdi Basma disela silaturahmi.(mch)