PALU – Dugaan tindak premanisme dan pengancaman dialami oleh anggota DPD RI dapil Sulawesi Tengah, Abdul Rachman Thaha (ART), saat menghadiri sidang gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Palu, Selasa siang (5/12/2023).
Salah seorang pria berinisial Is, mendatangi PN Palu di Jalan Sam Ratulangi dan memantau Abdul Rachman Thaha yang akan mengikuti jalannya sidang hari itu. Bahkan sebelum sidang, Is dan ajudan Abdul Rachman Thaha saling bersitegang.
Ketegangan berawal dari saat Is memotret anggota DPD RI yang akrab disapa ART itu secara diam-diam dan tanpa izin. Begitu dihampiri ajudan, lalu ditanyakan secara baik-baik apa tujuan Is memotret diam-diam, Is tidak terima. Is langsung keberatan dan menebar ancaman.
“Klien kami diancam. Yang mengancam salah seorang pria bernama Iswadi atau Is. Dia sendiri mengaku ke kami bahwa dia adalah mantan narapidana terorisme Poso. Ini sangat berbahaya dan kami tidak terima dengan pengancaman ini,” kata kuasa hukum ART, Amerullah, SH, dalam pressrelasenya, Rabu (6/12/2023).
Amerullah mengaku melihat langsung insiden pengancaman terhadap kliennya. Siang itu ia bersama ART datang menghadiri sidang perdata gugatan Rp35 miliar di PN Palu dengan agendanya mediasi.
Dalam perkara ini, ART merupakan pihak penggugat. Sedangkan tergugatnya beberapa pihak antara lain Yenny Yus Rantung (tergugat I), Rifaldi Pattalau (tergugat II), PT Manunggal Honda Balindo (turut tergugat I), serta BCA Finance (turut tergugat II).
Aksi pengancaman ART, kata Amerullah, saat itu pria berinisial Is, sembari berteriak-teriak ke arah ART. Ia menuduh ART telah mengancam Rifaldi Pattalau dan Yenny Yus Rantung.
“Saya dekati Is, saya tanya ada apa ini? Kenapa teriak-teriak. Is bilang kepada saya, bahwa ART ancam-ancam Rifaldi dan Yenny. Makanya dia mengamuk dan intimidasi balik ART,” cerita Amerullah.
Amerullah menegaskan, apa yang disampaikan Is bahwa kliennya telah melakukan ancaman kepada Rifaldi Pattalau (tergugat II) dan Yenny Yus Rantung (tergugat I) tidak benar. Itu hanya alasan pembenaran saja.
“Karena saat itu juga saya datangi Rifaldi Pattalau yang kebetulan juga hadir di PN Palu. Saya bilang ke Rifaldi “kapan kau diancam ART Rifaldi?” Dan Rifaldi pun tidak menjawab pertanyaan saya. Dia hanya senyum tanpa kata,” jelas Amerullah.
Untuk itu, Amerullah meminta kepada pihak kepolisian untuk memberi atensi terhadap apa yang dialami kliennya. Tindak premanisme dan pengancaman yang diterima kliennya sudah dilakukan secara terbuka.
“Ini bentuk premanisme sipil. Klien kami adalah seorang pejabat negara. Patut dilindungi keselamatan dirinya dan keluarganya. Apalagi ini pelakunya mengaku seorang mantan narapidana,” desak Amerullah.
Bahkan secara tegas, Amerullah meminta agar saudara Rifaldi Pattalau, Yenny Yus Rantung, dan pelaku pengancaman Is untuk segera diperiksa polisi. Apa motivasi mereka, sehingga membawa mantan narapidana ke PN Palu dan mengancam ART.
“Ini tidak boleh dibiarkan. Negara kita sedang bersiap menghadapi Pemilu 2024. Jangan ulah oknum dapat mengganggu stabilitas keamanan di Sulteng khususnya,” harap Amerullah.
Kapolda Sulteng, Irjen Pol Agus Nugroho, diminta memberi perhatian dengan kejadian ini. Sebab, Amerullah menduga tindak premanisme dan pengancaman terhadap ART telah direncanakan sebelumnya. Sehingga perlu ditelusuri motivasi Rifaldi Pattalau dan Yenny Yus Rantung yang membawa Is datang ke PN Palu siang itu.
“Secara terbuka, kami minta perhatian langsung dari Kapolda atas insiden yang dialami klien kami yang merupakan seorang anggota DPD RI, Abdul Rachman Thaha,” harap Amerullah.
Abdul Rachman Thaha dikonfirmasi membenarkan dugaan tindak premanisme dan pengancaman yang ia alami. Pelakunya kata dia, telah secara terang-terangan mengakui mantan narapidana.
“Saya kembali diancam. Ini sudah pernah saya sampaikan sebelumnya. Ini dilakukan lagi kepada saya. Pelakunya yang datang mengawal Rifaldi dan Yenny Yus Rantung datang ke PN Palu,” kata ART dihubungi wartawan via ponselnya.
Pelaku pengancaman Is harus jadi perhatian polisi. Karena perbuatan dan sikapnya sudah fatal dengan mengancam jiwa dan keselamatan ART sebagai seorang pejabat negara.
“Dalam Undang-undang menyatakan bahwa jiwa dan keselamatan seorang pejabat negara harus dilindungi. Apalangi ini ancaman atau intimidasi datangnya dari mantan narapidana. Perlu diusut tuntas oleh aparat penegak hukum dengan cara memanggil Rifaldi, Yenny Yus Rantung, serta Is,” desak ART kepada pihak Polda Sulteng.
Padahal, kita ketahui bersama bahwa pengadilan adalah tempat orang mencari keadilan. Dan saudara Yenny Yus Rantung pada sore hari usai kejadian, melakukan pertemuan di salah satu warkop di Palu, yang masih ada kaitannya dengan kejadian di PN Palu. Saya minta ini diusut kepolisian,” ujar ART.
Upaya ancaman yang terus berulang ini, menurut ART harus diusut tuntas. Ada apa sebenarnya, sehingga dirinya menjadi target.
“Karena ada beberapa kali pertemuan yang mereka lakukan untuk menghabisi karir dan keselamatan saya. Saya akan buka siapa aktor dan dalangnya semua ini. Jika Polda tidak cepat merespons hal ini, saya akan sampaikan ke Mabes Polri,” tegas ART mendesak Polda Sulteng.
Terpisah Pengacara Rifaldi Pattalau membantah ada upaya intimidasi terhadap Abdul Rachman Thaha atau ART saat sidang gugatan perdata Rp35 miliar.
Menurutnya kejadian di Pengadilan Negeri (PN) Palu pada Selasa (5/12/2023) siang, terlalu dibesar-besarkan pihak ART dan kuasa hukumnya.
Sesungguhnya kata Dia, kejadiannya tidak seperti yang diberitakan.
Kejadian saat itu hanya hal sepele saja, di mana rekan Rifaldi bernama Iswadi atau Is mengambil gambar ART lewat kamera handphone.
“Kejadian yang sebenarnya adalah ART memerintahkan ajudannya untuk melarang Iswadi foto-foto di ruang fasilitas umum. Ada hak apa ART memerintahkan ajudannya untuk melarang orang menggunakan kamera HP-nya?,” kata Rifaldi, Rabu (6/12/2023).
Ia juga menepis tuduhan sengaja mengajak Iswadi ke Pengadilan Palu. Rifaldi menyindir agar jangan dibuat seperti drama.
“Jangan main sinetron,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Iswadi saat dihubungi media melalui sambungan ponselnya.
Iswadi membantah telah mengancam ART. Kata dia, masalahnya hanya karena persoalan foto saja.
“Saya memang ambil foto beliau. Tidak ada maksud lain untuk diapakan. Sekadar foto saja,” ujar Iswadi.
Tiba-tiba, lanjut Dia, datang seseorang yang mangaku ajudan ART. Foto di handphonenya minta dihapus.
Karena foto di HP-nya minta dihapus, Iswadi sempat bersitegang dengan ajudan ART. Tapi tidak sampai terjadi adu fisik. Sekadar bersitegang biasa saja.
“Karena sudah bersitegang, saat saya ditanya ajudan ART “kamu siapa”? Saya bilang saya ini mantan napiter. Saya sempat tersinggung dia bilang mantan teroris,” ujar Iswadi.
Di akhir penjelasannya, Iswadi menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak ada niat bersitegang saat itu.
“Saya datang ke pengadilan untuk bersilaturahmi. Sudah lama saya tidak main ke pengadilan. Karena foto itu saja, makanya ada tegang sedikit,” pungkas Iswadi. (*/ron)