PALU-Menjelang pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham-Luar Biasa (RUPS-LB) PT. Bank Sulteng, yang rencananya akan dilaksanakan pada Februari 2024, banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dilakukan oleh manajemen agar PT. Bank Sulteng serta perlu mendapat perhatian dari para pemegang saham, khususnya Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah serta Bupati/Walikota se-Sulawesi Tengah agar PT. Bank Sulteng lebih baik kedepannya.
Sebuah sumber media ini mengungkapkan, beberapa persoalan yang dihadapi oleh PT. Bank Sulteng saat ini yang mendesak untuk diselesaikan adalah memenuhi ketentuan pemenuhan modal inti bank yang pada tahun 2024 harus mencapai Rp 3 triliun, atau masuk dalam Kelompok Usaha Bank (KUB) dengan bank yang jauh lebih besar dari PT. Bank Sulteng.
Namun sebelum masuk pada masalah kecukupan modal tersebut, ada beberapa masalah internal PT. Bank Sulteng yang hingga saat ini belum terselesaikan.
Data yang didapatkan Radar Sulteng menyebutkan, jika diinventarisir masalah yang bisa menghambat perkembangan PT. Bank Sulteng hingga saat ini, dengan merujuk pada Peraturan OJK (POJK) No. 17 Tahun 2023, dapat diuraikan antara lain, banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh manajemen PT. Bank Sulteng, khususnya Peraturan OJK No. 17 Tahun 2023 yang merupakan penyempurnaan dari POJK No. 55/POJK.03/2016, tentang Tata Kelola Bank.
Menyangkut Tata Kelola Bank ini, hingga saat ini PT. Bank Sulteng belum memiliki pengurus yang lengkap, walaupun proses Uji Potensi Kemampuan dan Kepatutan (UPKK) telah dilakukan namun hasilnya hingga saat ini belum ada. Disamping itu, proses pengusulan calon Komisaris disinyalir cacat administrasi karena terdapat calon yang tidak memenuhi syarat kualifikasi baik dari segi usia maupun pendidikan.
Disamping itu juga, menjadi catatan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sulawesi Tengah bahwa calon pengurus yang belum mengembalikan dana Tantiem yang diterima pada tahun 2022 serta mengikuti proses pencalonan sebagai pengurus PT. Bank Sulteng akan dijadikan bahan pertimbangan dalam penilaian UPKK tersebut.
Selanjutnya, menjadi catatan bahwa walaupun perkara Pidana dari masalah Tantiem tersebut sudah memperoleh SP3 namun berdasarkan POJK No.45/POJK.03/2015 tentang Penerapan Tata Kelola dalam Pemberian Remunerasi, hal tersebut belum dapat dikatakan selesai hingga dana yang diterima oleh yang bersangkutan harus dikembalikan.
Akibat dari kondisi tersebut maka dalam hal Tata Kelola Bank, PT. Bank Sulteng mendapatkan penilaian yang rendah dari sisi governance structure oleh OJK, hal ini juga berimplikasi pada belum dizinkannya pelaksanaan Mobile Banking serta Internet Banking Corporate hingga kelengkapan pengurus PT. Bank Sulteng terpenuhi.
“Jika mencermati hal tersebut, maka manajemen PT. Bank Sulteng belum mematuhi Pasal 82 ayat (1) POJK No. 17 Tahun 2023 yang menyatakan Bank wajib memastikan kepatuhan terhadap ketentuan Otoritas Jasa Keuangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan,” beber sumber Radar Sulteng yang enggan identitasnya disebutkan.
Bukan itu saja, dalam hal adanya pengurus yang terlibat dalam pengelolaan kegiatan yang berpotensi merugikan PT. Bank Sulteng, disinyalir terdapat anggota Dewan Komisaris, yaitu Tinus Nuanto yang mengendalikan perusahaan asuransi dalam hal pertanggungan risiko kredit, pada awalnya perusahaan Asuransi yang bekerjasama dengan pihak PT. Bank Sulteng adalah PT. Bumi Insurance Brokers yang memulai kegiatannya pada tahun 2019. Pada saat perusahaan ini beroperasi, semuanya masih berjalan normal sama seperti perusahaan asuransi lainnya dimana pembagian keuntungan dibagi secara adil dengan pihak PT. Bank Sulteng.
Setelah Tinus Nuanto masuk sebagai anggota Komisaris PT. Bank Sulteng yang mewakili utusan pemerintah daerah, dibentuklah perusahaan asuransi baru dengan nama PT. Brocade Insurance Broker yang mengambil alih peran PT. Bumi Insurance Brokers dengan memutus Kerjasama dengan PT. Bumi Insurance Brokers. Dalam praktiknya PT. Brocade Insurance Broker ini banyak merugikan PT. Bank Sulteng.
“Bentuk kerugian tersebut diantaranya, banyaknya klaim yang diajukan oleh nasabah yang meninggal dunia tertolak, tertundanya polis asuransi salama satu bulan, selisih pembayaran asuransi akibat dilakukannya top up kredit tidak dikembalikan. Hal itu merupakan kerugian yang dialami oleh nasabah Bank Sulteng,” beber sumber.
Kerugian yang dialami berupa menurunnya pendapatan komisi asuransi yang diterima bank melalui broker, broker bertindak sebagai agen, dengan menyalurkan premi asuransi kepada asuransi resmi, pengelolaan fee asuransi dikelola oleh broker dan memberikan fee asuransi sebesar 10 persen sebagai pendapatan bank, atas fee asuransi 10 persen ini PT. Bank Sulteng dibebankan pajak.
“Seharusnya, untuk meningkatkan pendapatan bank maka pembebanan pajak harus dibayar oleh broker sebagai agen pengelola asuransi kredit,” pungkas sumber Radar Sulteng.
Sementara itu, Komisaris Bank Sulteng Tinus Nuanto yang dikonfirmasi Radar Sulteng, enggan memberikan klarifikasinya. Media ini hendak menemuinya di kantornya di Workshop Bank Sulteng di Jln. Tinombala Kota Palu, justeru meninggalkan media ini saat berada di ruang tunggu Workshop Bank Sulteng.
“Maaf pak, Pak Komisaris sudah pergi ke kantor pusat Bank Sulteng di Jalan Hasanuddin Palu. Beliau barusan pergi katanya ada rapat, “ kata Maria, salah satu resepsionis di Workshop PT Bank Sulteng, kepada media ini.
Padahal ruang untuk memberikan klarifikasi kepada Tinus Nuanto sudah diberikan, namun kesempatan itu tidak digunakannya. Meski wartawan media ini sudah menunggunya di ruang tunggu Workshop PT Bank Sulteng, setelah Tinus Nuanto diinformasikan ada wartawan yang hendak melakukan konfirmasi tidak juga merespon upaya konfirmasi yang telah dilakukan Radar Sulteng. (ron/mch)