PALU – Penahanan dua tersangka kasus dugaan illegal mining alias penambangan ilegal di Kabupaten Morowali Utara (Morut) oleh Direktur dan Komisaris PT.Garuda Perkasa Sulawesi (GPS) ditangguhkan.
Kedua tersangka yang diketahui sebagai Direktur PT GPS, Arfain Tamrin dan Komisaris PT GPS, Sapiudin sempat sempat menjalani penahanan Polda Sulteng, yang kemudian ditangguhkan penahanannya menjadi tahanan kota.
Kapolda Sulteng Irjen Pol. Dr. Agus Nugroho, SIK, SH, MH yang dihubungi Radar Sulteng, Senin (11/11/2024) membenarkan ada penangguhan penahanan terhadap tersangka kasus dugaan illegal mining di Kabupaten Morut.
“Benar, ada penangguhan penahanan, karena massa penahanan keduanya 60 hari akan berakhir,” katanya via telepon.
Kapolda Agus Nugroho mengatakan, kasusnya tetap berposes di Ditkrimus dan dalam waktu dekat penyidik akan melakukan gelar perkara untuk kelengkapan berkas untuk dimajukan ke Kejaksaan.
“Jadi kasusnya terus berjalan dan berproses, sedang dipersiapkan akan gelar perkara. Untuk lebih lengkapnya, baik tersangka dan perkembangan perkarangan bisa hubungi Dirkrimsus saja. Soalnya saya lagi di Jakarta,” terangnya.
Dihubungi terpisah Dirkrimsus Polda Sulteng Komisaris Besar Polisi Bagus Setiyawan, SH, SIK, MH melalui telepon dan pesan WhatsApp (WA) tidak merespon panggilan telepon dan pesan WA Radar Sulteng.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur PT. GPS, Arfain ditahan Ditkrimsus Polda Sulteng, setelah sempat mangkir dari panggilan penyidik dan akhirnya berhasil ditangkap dan ditahan.
Beberapa hari berikutnya Komisaris PT. GPS Sapiudin menyusul dilakukan penahanan, setelah penyidik Ditkrimsus melakukan pemanggilan pemeriksaan.
GPS ini juga disebut-sebut sebagai dalang aktivitas sejumlah perusahaan pengolahan tambang nikel ilegal di wilayah Desa Towara Kecamatan Petasia Barat Kabupaten Morut.
Dilaporkan pihak PT. Bukit Makmur Istindo Nikeltama (Bumanik), karena diduga melakukan aktivitas pertambangan dalam wilayah kawasan PT. Bumanik.
Selain itu PT. GPS tidak memiliki izin usaha pemanfaatan kawasan (IUPK) atau izin usaha memanfaatkan kawasan pada hutan lindung dan atau pemanfaatan hutan.
Sumber Radar Sulteng menyebutkan, beberapa petinggi di PT. GPS juga diduga telah berhasil menipu sekitar 20 perusahaan, dengan modus menawarkan lahan dengan memperlihatkan peta luasan lahan tambang kepada para korban untuk diolah bersama-sama.
Kemudian oleh direkturnya Arfai dan komisarisnya Safiuddin memintakan sejumlah dana, semacam uang muka kepada para perusahaan yang dijanjikan sebelum melakukan aktivitas pertambangan.
Sejumlah perusahaan yang bekerjasama dengan PT. GPS memang sudah sempat melakukan aktivitas beberapa bulan, namun akhirnya dihentikan dan diproses Polda Sulteng, karena ternyata lahan yang dijanjikan memiliki legalitas pengolahan aktivitas pertambangan ilegal masuk dalam kawasan PT. Bumanik dan masih dalam kawasan hutan lindung. Beberapa alat berat dan mobil operasional milik perusahaan milik beberapa perusahaan yang dilibatkan ditahan di pihak Ditkrimsus Polda Sulteng. (ron)