TERTEKAN : Salah seorang warga Morut mengadukan tindakan anggota Satnarkoba Polres Morut yang tidak profesional.(IST)
MORUT – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia, Perwakilan Sulawesi Tengah, baru-baru ini merilis pengaduan dari seorang warga Morowali Utara (Morut) yang mengaku dirugikan oleh beberapa oknum di Polres Morowali Utara.
Menurut keterangan tertulis pada Kamis (14/11/2024), Kepala Perwakilan Komnas HAM Sulawesi Tengah, Dedi Askary, menjelaskan kronologi pengaduan tersebut.
Pada Rabu, 13 November 2024, sekitar pukul 12.30 WITA, seorang ibu muda berinisial YP dari Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Morowali Utara, mendatangi Kantor Komnas HAM bersama anak balitanya yang masih berusia lima hingga enam bulan.
Dalam pengaduannya, YP menyampaikan bahwa pada 10 November 2024, sekitar pukul 01.00 WITA, rumah mertua YP, Ibu Rosrice Toase, datangi oleh empat anggota Satuan Narkoba Polres Morowali Utara yang dipimpin oleh Kanit Narkoba bernama Pongky, beserta tiga anggotanya, yakni Darsin, Andi Suryanto , dan Sul.
YP mengaku bahwa kedatangan para polisi ini tidak mencerminkan profesionalisme aparat penegak hukum. Setibanya di rumah, para petugas berteriak-teriak kasar, mencari suami YP, Wahyu.
Pada saat itu, Wahyu tidak berada di rumah karena tengah memperbaiki mobil untuk usaha rentalnya yang mengalami kerusakan.
Kanit Narkoba dan tiga anggotanya diduga melakukan tindakan penggeledahan secara paksa. Menurut YP, para petugas mendobrak pintu rumah dan menggeledah secara agresif, mengobrak-abrik seisi rumah tanpa menemukan barang bukti yang dicari.
YP menyebut tercium aroma alkohol yang tajam dari mulut para petugas tersebut, yang diduga baru saja mengonsumsi minuman keras (Miras).
Dalam pengaduannya, YP juga menyebutkan bahwa pihak kepolisian menyita receiver CCTV dari kediaman Ibu Rosrice Toase serta membawa uang sebesar Rp10 juta yang diduga hasil pinjaman kepada karyawan.
YP menyatakan keberatan atas tindakan tersebut karena menilai uang dan peralatan tersebut tidak terkait dengan dugaan tindak pidana narkoba.
Menanggapi laporan ini, Komnas HAM Sulawesi Tengah menyayangkan langkah-langkah para petugas yang dinilai tidak mematuhi SOP (Standar Operasional Prosedur) dan bahkan melanggar Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika serta Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tindakan yang dinilai arogan ini juga dinilai melanggar Kode Etik Polri yang tercantum dalam Peraturan Kapolri No. 14 tahun 2011 dan Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang Polri.
Jika pengaduan ini terbukti benar, Komnas HAM menilai bahwa para oknum yang terlibat seharusnya menjalani evaluasi menyeluruh oleh Tim Gabungan dari Irwasda dan Propam untuk mencegah citra negatif terhadap Polri.
Sementara itu, Kapolres Morowali Utara, AKBP Imam Wijayanto, saat dikonfirmasi menyatakan belum menerima laporan resmi terkait pengaduan ini.
Ia mengaku bingung dengan adanya informasi ini karena belum ada pemberitahuan resmi dari Komnas HAM.
“Makanya saya mau tanya dulu ke Komnas HAM, kalau memang ada tingkah laku anggota, biasanya kan mereka berjawab ke kami, kami diundang, kami sampaikan seperti apa, nanti mereka memberikan masukan dan sebagainya, gitu kan,” terangnya memalui telepon.
Kapolres juga menyatakan memang benar ada penindakan kasus narkoba di rumah yang ditinggali YP. Kasusnya sedang berproses, namun ia belum menerima informasi rinci terkait dugaan tindakan di luar prosedur yang dilaporkan.
“Rumahnya ya, kalau informasi tadi mereka tinggal satu rumah (Mertua YP), satu lari, satu tertangkap. Kalau yang kita dapat dari informasi dari kasus narkoba tadi seperti itu,” unngkapnya.
Agar tidak simpang siur, Imam Wijayanto menghungi pimpinan Itwasda Polda Sulteng untuk memastikan apakah Komnas HAM telah melaporkan kasus sesuasi press rilis yang mereka edarkan ke media.
Namun pihak Itwasda juga belum menerima laporan Komnas HAM tersebut. Bahkan lembaga ini, kata Imam, diangap melanggar MoU antara Kompolnas dengan Polri.
“Sudah kami kroscek dan kami komplain langsung, mereka menyalahi MoU Kompolnas RI dan Polri, belum dikonfirmasi ke Polri tapi sudah dirilis ke media,?” ungkapanya membacakan informasi dari Polda Sulteng.
Imam juga menegaskan bahwa institusi kepolisian di bawah kepemimpinannya siap mengikuti prosedur hukum yang berlaku dan menerima evaluasi bila terbukti ada pelanggaran.
“Cuma yang dilaporkan seperti itu, kan saya belum monitor tuh sampai katanya mabuk dan sebagainya, itu kan baru sepihak.
Makanya kami cari, saya suruh mereka kan, kenapa tidak melaporkan ke kami juga, ke provos kami kalau ada permasalahan, dan kami juga bisa proses kan,” tegasnya. (ham)