PALU – Penetapan dua warga negara asing (WNA) sebagai tersangka dugaan pertambangan ilegal, tidak lantas memutus mata rantai pertambangan tanpa izin (PETI) di wilayah Vatutela maupun Poboya. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng pun meminta aparat kepolisian membongkar jaringan kegiatan pertambangan ilegal tersebut.
Disampaikan Direktur Jatam Sulteng, Moh Taufik SH bisa membongkar jaringan kegiatan pertambangan ilegal tersebut, sehingga tidak hanya menyasar satu atau dua orang saja. Sebab, masyarakat pasti bertanya-tanya, apakah memang hanya dua orang warga asing yang terlibat dalam aktifitas pertambangan ilegal di wilayah Kota Palu, sebab keberadaan dua warga Tiongkok itu tidak mungkin datang begitu saja tanpa mendapat dukungan warga lokal.
“Maka dari itu kami mendesak Polda Sulteng dalam melakukan penindakan harus juga sampai pada orang-orang yang memodali kegiatan pertambangan ilegal tersebut, karena tidak mungkin kegiatan pertambangan ilegal itu berlangsung tanpa ada yang memodali seluruh kegiatannya,” sebut Taufik dalam keterangan persnya, tadi malam (6/6/2024).
Lanjut dia, mata rantai lain adanya tambang ilegal ini, yakni orang-orang yang memfasilitasi aktifitas pertambangan, seperti pemilik alat berat dan perlengkapan lainnya, yang juga harus berani diusut tuntas Polda Sulteng. Hal yang penting juga dilakukan oleh Polda Sulteng sebut Taufik, harus berani mengusut keuntungan dari kegiatan pertambangan ilegal tersebut.
“Jangan sampai ada indikasi tindak pidana pencucian uang yang digunakan oleh para pelaku dengan cara membagi keuntungan dari kegiatan-kegiatan PETI ini, seperti yang di jelaskan dalam pasal Pasal 5 ayat 1 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menyebutkan : Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah),” paparnya.
Masyarakat kata dia berharap, penindakan pertambangan ilegal tersebut, harus berani menyasar siapa pemodal dari PETI, kemudian siapa yang memfasilitasi alat-alat yang digunakan untuk kegiatan PETI ini, selain itu harus juga mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang keuntungan yang didapatkan dari kegiatan pertambangan ilegal tersebut.
Sebelumnya, Dirreskrimsus Polda Sulteng, Kombes Pol Bagus Setiyawa menyampaikan, bahwa kedua WNA yang ditetapkan sebagai tersangka ini masuk ke Indonesia dengan visa kunjungan. Pihak Ditreskrimsus Polda Sulteng juga sudah berkoordinasi dengan Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri serta pihak Imigrasi Palu terkait keberadaan dua WNA ini.
“Awalnya kami mendapatkan laporan adanya aktifitas pertambangan ilegal yang dilakukan di wilayah izin CPM (citra palu mineral). Setelah kami datangi memang benar ada aktifitas pertambangan dengan sistem perendaman, dan kami menemukan dua tersangka ini,” jelas Bagus.
Masih menurut dia, kedua tersangka ini merupakan tenaga ahli yang memiliki keahlian berbeda. Khusus Li Junshan adalah seorang teknisi sedangkan Zhou Xinchu adalah tenaga ahli di laboratorium mini yang juga berada di area pertambangan ilegal tersebut. Pemurnian emas yang dilakukan dua WNA ini, menggunakan teknik perendaman. “Namun mereka tidak menggunakan sianida, melainkan bahan kimia hidrolik acid dan hydrogen peroksida,” sebutnya.
Meski tersangka adalah WNA, perlakuan atau penegakan hukum terhadap keduanya juga akan sama dengan warga negara Indonesia. Akibat aktifitas ilegal ini, kata dia, kerugian negara yang timbul diperkirakan senilai Rp11 miliar dari sekitar beberapa bulan beroperasinya pertambangan ilegal ini.
Disinggung terkait adanya warga lokal yang menjadi jembatan sehingga kedua WNA ini bisa datang ke Kota Palu termasuk pemodal dalam aktifitas ilegal ini, Bagus menyampaikan, bahwa pihaknya masih dalam pengembangan lebih lanjut. Termasuk mengumpulkan bukti-bukti tambahan dan keterangan saksi-saksi.
“Kami tidak ada tebang pilih dalam proses hukum ini, semuanya kita proses kalau memang terbukti,” kata Dirreskrimsus. (agg)