MOROWALI – Indonesia merupakan salah satu lumbung nikel dunia. 23 persen atau 21 juta ton cadangan nikel dunia, berada di Indonesia. Sulawesi Tengah jadi salah satu daerah penghasil nikel di Indonesia.
Tidak heran, jika pemerintah terus mendorong terciptanya hilirisasi industri nikel di Indonesia. Di Morowali, hilirisasi industri sudah semakin berkembang. Sejumlah industri pengolahan nikel atau yang dikenal sebagai industri Smelter berada dalam satu kawasan di bawah pengelolaan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Perusahaan-perusahaan tersebut mengolah bijih nikel menjadi berbagai komoditas.
Bijih nikel oleh industri Smelter diolah dengan dua metode pengolahan. Yakni rotary kiln electric furnace (RKEF) dan high pressure acid leaching (HPAL). Tidak hanya berbeda dalam teknologi pengolahannya, namun jenis bijih nikel mentah yang diolah juga berbeda.
Radar Sulteng bersama sejumlah media, berkesempatan melihat dari dekat pengolahan bijih nikel oleh beberapa perusahaan di dalam kawasan PT IMIP. Salah satunya adalah PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), yang mengolah bijih nikel dengan metode RKEF.
Metode ini sendiri, melalui dua rangkaian proses utama. Yakni mereduksi bijih nikel ke dalam tungku putar (rotary kiln) dan peleburan dalam tungku listrik (electric furnace). Setelah bijih nikel dipisahkan, kemudian dimasukan ke dalam drying kiln (pengering putar) bersama bahan lainnya. Campuran ini kemudian dikeringkan untuk menurunkan kadar air lewat rotary kiln.
Dalam rotary kiln ini, bijih nikel dipanggang dengan suhu antara 700 hingga 1.000 derajat celcius. Hasil dari rotary kiln kemudian diproses melalui electric furnance dengan suhu 1.400 derajat celcius. Pengaturan suhu sendiri dipantau terus oleh para operator yang stand by di monitor room.
Dari proses tersebut, kemudian dihasilkan crude NPI (nickel pig iron), selanjutnya akan melalui proses casting atau pencetakan untuk menjadi hasil akhir NPI padat . Tidak hanya berhenti pada NPI saja, namun diolah lagi hingga menjadi komoditas lain, seperti stenless steel dalam bentuk gulungan.
Bukan hanya perusahaan yang mengolah bijih nikel dengan metode RKEF, di kawasan IMIP juga sudah berdiri beberapa perusahaan yang mengolah bijih nikel dengan metode HPAL. Salah satunya adalah, PT Huayue Nickel Cobalt.
Perusahaan ini mengolah nikel jenis limonit yang memiliki kandungan nikel 0,8-1,5 persen. Pengolahan dengan metode HPAL, menghasilkan nikel sulfida. Yang kemudian dapat dijadikan sebagai salah satu bahan baku baterai pada kendaran listrik. Dalam metode HPAL, pemurnian nikel menggunakan asam sulfat pada tekanan dan temperatur yang tinggi.
“Kemudian, dilakukan proses ekstraksi dari larutan konsentrat. Proses ini menghasilkan mineral murni berupa nikel sulfat dan kobalt sulfat. Adapun nikel sulfat digunakan untuk bahan baku prekusor katode baterai lithium pada kendaraan listrik. Sementara, kobalt sulfat sebagai bahan baku material katode baterai lithium,” ungkap Departemen SDM PT Huayue Nickel Cobalt, Jerim Renai.
Sementara itu, Direktur Operasional PT IMIP, Irsan Widjaja menyampaikan, bahwa di dalam kawasan IMIP ada sekitar 54 tenant atau perusahaan pengelolaan bijih nikel yang ada, Belum termasuk perusahaan-perusahaan pendukung lainnya, seperti perusahaan penyedia tenaga listrik. Kedepan kata dia, IMIP akan terus berkembang, seiring makin banyaknya perusahaan yang menanamkan investasinya di kawasan tersebut. “Dari kawasan yang semula seluas 2.000 hektar, kami sekarang menuju ke 4.000 hektar kawasan industri,” sebut Irsan.
Adapun komoditas yang diproduksi perusahaan-perusahaan dalam kawasan IMIP ini, disampaikan Irsan, di antaranya NPI sebanyak 4,475 juta MTPY (matrik ton per year/tahun), carbon steel 7 juta MTPY, stainless steel slab 4 juta MTPY, steel HRC 7 juta MTPY dan stainless steel HAPL 3,5 juta MTPY. Berbagai komoditas tersebut diekspor ke sejumlah Negara, seperti China, Jepang, Korea Selatan dan sejumlah Negara di benua Amerika dan Eropa.
Komoditas-komoditas ini, yang kemudian dikirim langsung ke negara tujuan lewat Pelabuhan yang juga berada di Kawasan IMIP. Tidak hanya difasilitasi pelabuhan saja, di kawasan IMIP juga berdiri sejumlah power plan dengan total daya keseluruhan 5.319 megawatt. “Nanti akan ada juga ketambahan daya sebesar 1.520 megawatt, di mana power plannya saat ini dalam tahap pembangunan,” kata Direktur Operasional PT IMIP.
Dalam kesempatan berbeda, Media Relation PT IMIP, Dedy Kurnawan menegaskan, bahwa PT IMIP bersama sejumlah perusahaan-perusahaan investor di dalamnya, tidak melakukan aktifitas eksploitasi pertambangan nikel. Melainkan, pengolahan bijih nikel.
“Bijih nikel yang diolah ini, dibeli dari perusahaan-perusahaan tambang yang ada di Morowali, Kendari, Sulawesi Tenggara hingga Kabupaten Banggai. Jadi kami sama sekali tidak melakukan aktifitas pertambangan. Murni semua yang ada di sini adalah industri pengolahan,” tegasnya. (agg)
Selengkapnya Baca Koran Harian Radar Sulteng Edisi Selasa 12 Maret 2024