MORUT – Pasangan calon bupati dan wakil bupati Morowali Utara (Morut) Delis Julkarson Hehi-Djira Kendjo terancam gagal mengikuti Pilkada serentak 2024. Sebelumnya beredar kabar ada warga yang melaporkan pasangan Petahana ini ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat.
Ketua Bawaslu Morut, John Libertus Lakawa kepada media ini membenarkan terkait laporan tersebut.
“Kami memang menerima laporan masyarakat dan penanganannya sedang dalam proses,” kata John via telepon, Senin (30/9/2024).
Meski John Lakawa membenarkan soal laporan yang mengarah ke pasangan calon petahana, namun ia tidak bersedia mengurai materi laporan itu.
“Tentunya kami tidak akan membeberkan materi laporan maupun siapa yang membuat laporan. Namun demikian Bawaslu Morut tetap menyampaikan setiap proses laporan ini kepada pelapor,” tegasnya.
Dia menjelaskan dalam menangani laporan masyarakat, pihaknya mengacu pada Peraturan Bawaslu RI Nomor 8 Tahun 2020 tentang penanganan pelanggaran pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota.
“Kami punya waktu 3 x 24 jam, plus dua hari untuk melakukan pendalaman dalam laporan ini. Ada beberapa tahapan selama proses ini berlangsung,” tandasnya.
Sebelumnya, KPU Morut resmi menetapkan dua pasangan calon bupati dan wakil bupati yakni Jeffisa Putra Amrullah-Ruben Hehi nomor urut 1, dan pasangan nomor urut 2 Delis Julkarson Hehi-Djira Kendjo.
Informasi yang dihimpun media menyebutkan laporan ke Bawaslu Morut terkait dugaan pelanggaran administrasi oleh KPU Morut tentang penetapan pasangan calon bupati dan wakil bupati Morowali Utara tahun 2024.
Hal itu berdasarkan Keputusan KPU Morut Nomor 653 Tahun 2024 tentang penetapan pasangan calon bupati dan wakil bupati Morowali Utara tahun 2024.
Laporan itu juga berkaitan dengan pelantikan dan pengambilan sumpah 40 pejabat tinggi pratama, administrator dan pengawas, yang dilakukan Bupati Morut Delis Julkarson pada 22 Maret 2024.
Sehari setelah pelantikan, tertanggal 23 Maret 2024, Bawaslu Morut telah menyurat dan mengimbau Bupati Morut agar patuh pada Peraturan KPU No. 3 Tahun 2017 Pasal 89 tentang pencalonan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota.
Pelantikan itu pun dibatalkan dan diulang kembali pada 26 Juli 2024, sesudah mendapatkan persetujuan dari Kemendagri dengan surat bernomor 100.2.1.3/3163/SJ tertanggal 12 Juli 2024.
Pelantikan itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam hal ini, kepala daerah atau penjabat kepala daerah yang melakukan mutasi atau penggantian pejabat menjelang Pilkada bisa dikenai sanksi pidana. Larangan mutasi itu berlaku enam bulan terhitung sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU RI.
Pada Pasal 71 ayat (2), UU Pilkada mengatur kepala daerah tidak boleh mengganti pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatannya, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri.
Bawaslu juga menegaskan, kepala daerah dilarang mengganti pejabat menjelang Pilkada 2024, terhitung sejak 22 Maret 2024. (ham)