Site icon Radar Sulteng

KPH Sintuwu Maroso Poso Disoroti DPRD Sulteng

KANTOR: Inilah kantor UPT KPH Sinmar Poso.(FOTO : BUYANTO WIHARTO/RADAR SULTENG)

POSO-Ketua Komisi III DPRD Sulteng, Sonny Tandra, menyoroti dan merasa berang dengan sikap arogansinya seorang pejabat di KPH Kehutanan Poso. Oknum ini dinilai sombong dan mempersulit petani getah pinus. KPH Poso atas nama Lukman terlalu orogansi. Getah pinus mereka monopoli, hanya teman mereka yang kerja, dan kayunya dicuri di hutan tapi izinnya di kebun sendiri.

” Ini seorang petugas di KPH Kehutanan Kabupaten Poso sangat arogan. Namanya Lukman, menahan dan menyita barang bukti hasil perkebunan petani pinus di Poso, ” kata Sonny Tandra, kepada Radar Sulteng, Minggu (07/05/2023).

Menurutnya petugas ini tidak mempedulikan pemilik dan pengacara dari kelompok tani untuk mengambil hasil pinus yang disitanya itu untuk dikembalikan kepada pihak pemilik. Sementara kepada pihak lain, justeru KPH ini mempermudah akses untuk masuk dan keluarnya hasil pinus ini.

“ Coba lihat perlakuannya oknum KPH Kehutanan Poso ini, kalau sama petani dia siksa, kayu dan hasil pinus dia tahan. Tapi kepada beberapa pengusaha yang lain dia berteman, dan meloloskan kayu dan hasil pinus yang akan dijual ke daerah lain, “ ungkap Topan Salu, panggilan akrab Destinus Salu.

“ Padahal pengusha yang berteman dengan oknum KPH Kehutanan Poso ini mengampil hasil getah pinus justru dari kebun pinus milik masyarakat, “ sambungnya.

Dijelaskan Destinus Salu yang biasa juga disapa Topan Salu ini, KPH Sintuwu Maroso telah bersekongkol dengan pengusaha pinus lainnya.

” Ini KPH diduga lebih memihak kepada beberapa pengusaha pinus. Buktinya, pengurusan izin kami dipersulit, tapi kalau pengusaha lain dia loloskan dan dipermudah, pengusaha tersebut bebas menjual ke Makassar dan ini tidak adil. Mestinya sebagai petugas KPH ini dia bekerja melayani, bijaksana dan tidak berat sebelah. Arogan sekali dia, ” sebutnya.

Seperti diketahui, di sosial media Facebook di akun Topan Salu, merasa kecewa. Itu terungkap dari status dia yang menjelaskan arogansi seorang petugas KPH Sintuwu Maroso Poso terhadap ketua Bumdes Uelincu yang menyita barang bukti getah pinus 224 karung karena sudah 10 bulan ditahan oleh KPH Sintuwu Maroso tapi tidak dia serahkan kembali kepada pemiliknya (Daniel Walisa). Padahal sudah diurus ke Gakkum dan oleh Gakkum perkara tersebut sudah diserahkan sepenuhnya penyelesainnya ke KPH poso secara damai.

Dikonfirmasi, Kamis (11/05/2023), UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan Sintuwu Maroso (KPH-Sinmar) Poso membantah telah bersikap arogan dan intimidatif terhadap warga yang melakukan penyadapan getah pinus di wilayah hutan Kecamatan Pamona Utara Kabupaten Poso sebagaimana diungkap anggota DPRD Provinsi Sulteng, Sony Tandra. Mereka juga menolak dituding bersekongkol dengan pengusaha getah pinus di Poso.

Bantahan disampaikan langsung Kepala Kantor UPT KPH Sintuwu Maroso di Poso, Ir. Lukman, S.Hut., M.Si, IPU. “Tidak ada intimidasi kami kepada warga yang disebut sebagai petani pinus, “jelasnya, Kamis (11/05/2023).

Bukti kuat tidak adanya intimidasi dan arogansi KPH Sintuwu Maroso (Sinmar) diakui langsung oleh warga yang juga menjabat ketua Bumdes Uelincu Kecamatan Pamona Utara, Daniel Walisa saat gelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Sulteng pada 15 Agustus 2022.

Menurut Lukman, pohon pinus yang tumbuh di wilayah Pamona semua berada dalam kawasan hutan. Itu artinya, untuk mengambil dan mengelola getah pinus harus mempunyai izin pemanfaatan hasil hutan bukan kayu berupa PBPH (perizinan berusaha pemanfaatan hutan) dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI.

“Pinus itu kan berada dalam kawasan hutan. Siapa yang mau mengolah harus terlebih dulu mengantongi Izin PBPH. Regulasinya jelas dalam UU Cipta Kerja No: 11 tahun 2022 sebagaimana telah diubah dengan Perpu No: Tahun 2022 tentang Cipta Kerja,” tandasnya.

“Karena berada dalam kawasan hutan maka pinus itu tidak bisa diklaim sebagai milik desa, meski benar kawasan hutan itu berada dalam wilayah desanya. Jelasnya, siapa pun yang ingin mengolah pinus mutlak harus berizin,” tambah Lukman.

Izin dimaksud, kata dia, diterbitkan langsung oleh Kementerian LHK, bukan diterbitkan Dinas Kehutanan Provinsi, atau apalagi oleh KPH Sinmar Poso. “Urus izinnya langsung di Kementerian di Jakarta karena mereka yang terbitkan,” bilang Lukman.

Terkait tudingan bersekongkol dengan pengusaha pinus, Lukman memastikan tudingan itu salah. “Tidak ada sekongkol. Mereka (pengusaha) itu mengambil dan mengolah getah pinus yah karena mereka memang punya izinnya,” tegasnya.

Lukman juga memberikan klarifikasi soal anggapan KPH Sinmar telah menyita barang bukti (babuk) getah pinus milik warga desa Uelincu hasil dari operasi yang dilakukan oleh Balai Gakkum Kementerian LHK Wilayah II Sulawesi. Bilangnya, KPH Poso cuma sebagai tempat penitipan babuk. Pun saat gelar operasi, KPH Poso hanya sebatas mendampingi Gakkum.

“Jadi KPH tidak berhak untuk melepaskan babuk yang ada. Yang bisa melepas babuk itu hanya dua, yakni Gakkum itu sendiri dengan pertimbangan tidak cukup bukti saat penyidikan, atau di lepas berdasar putusan Pengadilan Negeri. Mari kita menghargai proses hukum yang sementara berjalan,” tutup Lukman.(bud/mch)

Exit mobile version