DONGGALA-Tokoh masyarakat Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Moh Yasin Lattaka, SE, merasa geram dengan melihat maraknya aktifitas perusahaan tambang berkedok Galian C di daerahnya.
Kepada media ini, Anggota DPRD Kabupaten Donggala yang baru saja terpilih untuk periode tugas 2024-2029 dari Partai NasDem ini menumpahkan kekesalannya terhadap beroperasinya tambang galian C itu. Sudah puluhan perusahaan tambang melakukan eksplorasi.
“Kami menolak bercokolnya perusahaan pertambangan yang berkedok galian C di daerah kami. Sebagai putera daerah kami tidak mau dibohongi lagi. Di daerah kami dikenal kawasan pertanian, saat ini petani lagi bahagia-bahagianya memanen cengkeh. Tidak ada itu batu gajah disana. Yang ada hanya tanah merah, tanah subur yang cocok untuk pertanian. Bukan tambang yah, “ tegas Yasin.
Sebagai anggota parlemen yang sebentar lagi akan duduk di kursi dewan, setelah pelantikan pada Oktober 2024 nanti, dirinya mengimbau kepada Aparat Penegak Hukum (APH) dan pemangku kepentingan agar menertibkan, bahkan jangan memberi izin lagi kepada perusahaan yang hanya mencari untung sesaat, bahkan merusak lingkungan dan memberi dampak negatif yang akan memunculkan konflik sosial sesama penduduk di Balaesang Tanjung.
“Jujur saya katakan. Ini tegas saya mengimbau kepada aparat keamanan dan pemangku kepentingan dalam hal ini pemerintah daerah Kabupaten Donggala agar segera “menertibkan” aktifitas pertambangan ini. Mana ijin mereka. Mana ijin prinsip perusahaan. Mana ijin UKL dan UPLnya. Apakah benar-benar menambang galian C dan batu gajah atau tambang yang lain. Kita tidak mau peristiwa tahun 2012 terulang lagi, “ ujarnya.
Sebab, lelaki yang pernah maju sebagai calon Wakil Bupati Donggala bersama Papa Idam calon Bupati di tahun 2020 ini melihat secara fakta di lapangan begitu banyaknya alat berat yang ada dalam perusahaan yang beroperasi di Balaesang Tanjung.
“Ini ada apa. Kok, begitu banyak alat berat dioperasikan di perusahaan tambang. Padahal daerah kita ini hanya kawasan pertanian. Disini tidak ada batu-batuan apalagi batu gajah. Tidak ada itu. Disini hanya ada tanah merah subur yang menjadi tempat mencari nafkahnya petani, “ tegas Yasin lagi.
Menurutnya, petani yang hanya bermodalkan parang dan pacul sudah pasti sangat menolak perusahaan tambang, yang dikuasai “mata sipit” oligarki. Karena petani tidak punya sumber daya untuk menguasai perangkat dan teknologi modern pertambangan. Apalagi banyak lahan petani sudah diperjual belikan kepada perusahaan tambang. Dikhawatirkan lahan-lahan mereka untuk mencari nafkah akan habis.
“Perusahaan baru mulai bekerja, harta benda masyarakat kita sudah habis. Ini hanya nikmat sesaat. Tetapi masa depan masyarakat secara berkelanjutan kedepan itu entah bagaimana nasib mereka nanti? Pasti melarat dan hanya menjadi pekerja, hingga mereka menjadi budak dan buruh perusahaan tanpa adanya pemberdayaan dan kesejahteraan, “ paparnya.
Oleh karena itu. Yasin pun berjanji, bila dirinya sudah dilantik akan bekerja secara maksimal, dan akan menjaga marwah petani pemilik harta karun sumber daya alam (SDA) yang ada di Balaesang Tanjung akan dilindunginya, dan dirawatnya. Tidak akan diberikan kepada siapapun. Kecuali untuk semata-mata kemaslahatan dan kejayaan petani di Balaesang Tanjung.(mch)