DONGGALA-Koordinator Persatuan Pemilih Indonesia (PPI) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Jamrin Zainas, SH., MH, mensinyalir di KPU Donggala diduga banyak permasalahan, yakni tidak etisnya penyelenggara Pemilu dan sangat bertentangan dengan peraturan KPU yang mengatur Pemilihan Umum (Pemilu).
“Kami pertanyakan profesionalismenya anggota KPU Donggala terkait Pemungutan Suara Ulang (PSU). Mestinya PSU di Banawa Selatan itu harusnya dicoret dari pemilih karena dia menggunakan dua TPS untuk memilih. “ Dia memilih di Donggala juga memilih di Kota Donggala dan di Desa Ganti, “ kata Jamrin Zainas. Minggu (23/06/2024).
Sorotan Jamrin menohok pada kinerja penyelenggara Pemilu, baik Pemilihan legislatif (Pileg) maupun di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Banyak terjadinya PSU.
Dia mengatakan, salah satu TPS di Banawa Selatan ketika orang itu pindah memilih mestinya dia mencoret pelaku pelanggaran dalam daftar pemilih. Tetapi tidak dicoret sehingga orang itu masih menggunakan suaranya di sana.
Kedua, dia juga memilih di Desa Ganti. Karena mendapatkan surat DPTB di Ganti sehingga dia dua kali memilih. “Ini kan kacau dari sisi administrasi Pemilu. Terdaftar di sana, terdaftar juga disini. Mestinya di sana dicoret, tapi disini tidak dicoret, tetap, “ bebernya.
Ketiga, selanjutnya publik sudah tau, di bahwa salah satu TPS di TPS 5 itu ada penambahan suara. Ketika fakta persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), kan terjadi ada satu suara menambah ke salah satu partai. Begitu dicek, suara mestinya 78 tetapi menjadi 77.
“Ini terjadi karena kelalaian KPU. Mestinya dia harus melakukan pembinaan dengan Bimtek, supervisi, terhadap jajarannya. Apakah mereka ini sebagai penyelenggara Pemilu harusnya paham soal wilayah, “ bebernya.
Jamrin juga melihat maraknya penyelengara naturalisasi, yaitu penduduk Kota Palu tiba-tiba menjadi anggota di Donggala. Ini kan harusnya mengutamakan orang daerah, atau orang lokal. Harusnya tim seleksi (Timsel) rekrutmen calon anggota KPU harus sangat selektif dalam melaksanakan tugas. Sehingga tidak terjadi kasu-kasus seperti ini. Ini menjadi sorotan masyarakat.
Kalau mereka ini bukan yang paham isu dan kepentingan lokal, rata-rata anggota KPU saat ini hanya naturalisasi. Orang dari daerah lain tetapi menjadi penyenggara di tempat lain. Ini harus dievaluasi lagi, karena berdampak pada pembuatan maskot.
“Coba lihat di Donggala, karena bukan orang dari Donggala sehingga maskotnya tidak mencerminkan budaya lokal, “ paparnya. Karena mereka bukan orang Donggala.
“Sebagai orang Donggala saya juga merasa prihatin dengan kondisi seperti ini. Banyak dampak negatif yang muncul, dikarenakan pelanggaran penyelenggara sebagai akibat adanya pemain naturalisasi di tubuh penyelenggara, “ beber Jamrin.
“Karena itu, kami menyoroti dan mempertanyakan kredibilitas Timsel kenapa ini harus dipaksakan untuk meluluskan oknum-oknum calon anggota KPU yang tidak kredibel, “ seru Jamrin lagi.
Di perhelatan Pilkada juga ada melakukan kesalahan. Misalnya salah satu perseorangan itu diundang pukul 23.00 malam untuk melakukan rapat bersama calon perseorangan dalam rangka melakukan rekapitulasi hasil persyaratan calon perseorangan. Ini ada apa. Artinya dari sisi waktu itu bermasalah. Kalau tanggal 18 Juni harusnya rapat itu dilaksanakan pada pukul 08.00 Wita. Bukannya diakhir waktu (injury time), karena sudah masuk tanggal 19 Juni.
Ini kesalahan penyelenggara. Karena di Berita Acara itu ditulis tanggal 18 Juni, padahal sudah melewati batas waktu tahapan. Ini jelas pelanggaran Pemilu, “ tegas Jamrin.
Mengenai pelanggaran ini Jamrin memiliki bukti-bukti otentik. Sehingga dirinya akan melaporkan kasus ini ke DKPP untuk diadili, karena disinyalir melakukan pelanggaran Pemilu dan Kode Etik.
“Ini pelanggaran etik. Kami akan melaporkan ke DKPP. Kami tidak mau membiarkan penyelengara melakukan pelanggaran. Ini tidak bisa dibiarkan. Karena ini untuk kepentingan publik. Negara bayar mahal mereka dengan uang negara. Perbuatan ini jelas tidak taat azas. Ini pelanggaran berat, yaitu pelanggaran Kode Etik, “ pungkas Jamrin.(mch)