Site icon Radar Sulteng

Proyek Penahan Ombak Boneoge Donggala Disorot

RUSAK : Beberapa titik retakan di proyek penahan ombak di kawasan pantai Kelurahan Boneoge, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.(FOTO : ISTIMEWA/RADAR SULTENG).

DONGGALA-Masyarakat Kelurahan Boneoge, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala, menyoroti pembangunan pemecah ombak yang berada di pesisir pantai Boneoge.

Dari investigasi media ini terlihat bangunan berbanrol Rp 4 miliar, dibangun asal jadi. Bahkan bangunan itu banyak yang patah (retak). Hampir setiap lima meternya, retak lagi. Menurut sumber terpercaya media ini, bangunan pemecah ombak itu telah merugikan negara, diperkirakan setengah dari pagu anggarannya, atau sekitar Rp 2,7 miliar.

Masyarakat sebagai pengguna terus terang merasa kecewa, dan menyoroti pembangunan yang dikerjakan oleh Dinas Cipta Karya Sumber Daya Air (Cikasda) Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun Anggaran (TA) 2023 tersebut.

Selain itu, bangunan terlihat tidak berestetika. Karena tidak lurus, bengkok-bengkok, bergelombang, dan berkelok-kelok. Dicurigai saat mengerjakan proyek ini tidak menggunakan tali ukur saat menyetel mal bangunan, “ bebernya.

“Ini pekerjaan abal-abal, hanya mengejar keuntungan semata. Dari real lapangan, tampak bangunan tidak sesuai volume pekerjaan seharusnya, “ sebut sumber media ini yang minta identitasnya dirahasiakan.

Tim media yang melakukan investigasi lapangan secara langsung di Kelurahan Boneoge, telah mengonfirmasi awal kepada tim dari Cikasda Sulteng yang berada di lapangan saat itu, bahwa real pekerjaan 1.542 kubik, timbunan 1.555.

“Timbunan 70 persen hanya diambil dari tempat pekerjaan (lokasi). Dalam aturan Perundang-undangan harusnya material diambil yang berkualitas, kontraktor yang mengerjakan proyek harus memiliki konsultan yang kualifide, berintegritas, dan terpercaya. Kemudian, memiliki mobil dumtruck, “ beber sumber lagi.

“Tapi kenyataannya, hasil pekerjaan sangat mengecewakan. Banyak retaknya, sudah patah-patah, dan terancam hancur. Ini pekerjaan amburadul, tidak layak. Harusnya dibongkar, ” kata sumber media ini.

Sedikitnya ada lima kelompok masyarakat di Boneoge, mempertanyakan kualitas pekerjaan proyek ini. Diantaranya menyebutkan ketidak adilan dalam membangun beton pemecah ombak tersebut. “ Ini tidak adil. Sama kami tidak sampai proyeknya, “ sebut salah seorang warga kepada media ini.

Dikonfirmasi di ruang kerjanya, Kamis (19/09/2024), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembuatan/pembangunan beton penahan ombak di pantai Kelurahan Boneoge, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng), Zainudin, membantah tuduhan tersebut. Bahwa tuduhan itu fitnah.

Dikatakannya, proyek ini sebenarnya sudah selesai di tahun 2023, proyek pembangunan penahan ombak ini pernah dibangun oleh Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS), ada juga dibangun oleh kabupaten, tetapi itu sudah banyak yang hancur, banyak yang lepas, dan sisanya sudah kita timbun. Itu dulu dipasang, pasangan batu kali. Bukan beton.

“Kalau pasangan batu kali semennya tergerus, batunya terurai. Banyak yang jatuh. Ada juga pemecah ombak yang ditaruh di sana, ” ungkap Zainudin.

Menurutnya, itu sudah mengancam penduduk, karena bangunan yang sudah dibangun oleh BWSS, dan Dinas PU kabupaten. Karena sudah ada yang hancur mereka minta tolong, pertama untuk pengamanan. Kedua, kebijakan Gubernur tentang sunset city, destinasi wisata yang dipusatkan di daerah Banawa, Boneoge, sampai ke Tosale di belakang di pusat laut.

“Nah, disitulah kami diminta untuk terlibat di giat sunset city. Kamilah yang mengamankan pantainya. Kemudian untuk jalan, ada teman-teman Perkipta. Nanti ada penerangan-penerangan mungkin dari SDM tenaga surya-nya. Jadi ini banyak masyarakat yang terlibat. Begitu pula nanti dari Dinas Pariwisata, ” tegasnya.

Dijelaskan Zainudin, pihak Dinas Cikasda Sulteng mengambil bagian di bidang pengamanan pantainya. “Makanya kami bangun penahan ombak itu. Jangka waktu penyelesaiannya sekitar lima bulan, dengan anggaran Rp 4 miliar, ” sebutnya.

Namun, dalam proses pengerjaan proyek ini mengalami tantangan yang kuat dari alam yaitu air pasang dan air surut. Cara bekerjanya itu harus menggunakan metode kerja yang baik.

“Kita baru bisa bekerja ketika air ombak surut. Saat ombak naik, kita tidak bisa bekerja. Kalau seandainya tidak ada pasang surut, pasti sesuai tepat waktu, sesuai kalender pekerjaan. Namun kita harus bekerja. Pada saat pemasangan mal, kita mulai pekerjaan itu. Datang ombak menghajar lokasi pekerjaan. Mal sudah dipasang dihajar lagi, “ ujarnya.

Dijelaskan Zainudin, mengenai sorotan bangunan tidak memiliki estetika, karena bengkok-bengkok tidak rata. Pihaknya sudah berusaha. Tetapi terpaan ombak terus menghantam, sehingga bangunan terlihat seperti itu, tidak lurus.

“Kita sudah berusaha agar bisa lurus. Tetapi terpaan ombak dan alam tidak bersahabat. Sehingga terlihat seperti itu, tidak lurus. Kalau ada retakan di setiap beberapa meter itu karena berada di posisi sambungan mal. Itu sambungan yang membuat retak, “ kelit Zainudin.

Mengenai adanya ketidak adilan dalam pembuatan bangunan itu, disebabkan beberapa masyarakat menolak. “ “Ada memang masyarakat yang menolak, sehingga tidak dibangun, “ ujarnya lagi.

Merespon aspirasi masyarakat, agar proyek itu kedepannya disempurnakan, mengingat kawasan pantai Boneoge daerah destinasi wisata, sehingga pihaknya akan mengusulkan anggaran agar bisa menyempurnakan bangunan pemecah ombak tersebut.

“Baik, kami akan mengajukan pengusulan anggaran dan pekerjaan lagi tahun ini, “ cetus Zainudin.(mch)

Exit mobile version