SIGI – Sejumlah warga Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, berjuang mempertahankan hak atas tanah warisan mereka. Mereka merasa tertipu dan dirugikan oknum yang diduga sebagai mafia tanah.
Salah satu korban bernama Sutu, menceritakan tanah seluas 2 hektar milik keluarganya di Desa Kalukubula, Kecamatan Sigi Biromaru, tiba-tiba dikuasai seorang pria berinisial D.
“Kami sama sekali tidak pernah menjual tanah itu. Tiba-tiba saja sudah berpindah tangan,” ungkap Sutu kepada wartawan pada Kamis (25/7/2024).
Masalah ini diketahui keluarga Sutu yang berniat menjual tanah kepada seorang berinisial JL. Namun, rencana tersebut dibatalkan karena harga tanah pada waktu itu masih terbilang rendah alias tidak cocok.
“Tanpa diduga oknum berinisial D kemudian muncul dan mengklaim telah membeli seluruh lahan tersebut. Jadi keluarga kaget,” cerita Sutu dibenarkan keluarga lainnya.
Padahal keluarga Sutu hanya menjual sebagian kecil dan tidak ada kesepakatan mengenai penjualan lahan seluas 2 hektar yang kini menjadi sengketa.
“Kami akui memang tanah seluas 300 hektar lebih itu sudah kami jual, tetapi dua hektar di Kelapa Emas Kalukubula sama sekali tidak pernah kami jual,” jelas Sutu.
Dugaan keterlibatan mafia tanah dalam kasus itu semakin menguat. Pasalnya, oknum D sulit ditemui sekaligus tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan yang sah.
Menurut Sutu, keluarga telah meminta oknum D untuk menunjukkan bukti jual beli tanah.
Pihak keluarga juga telah meminta bantuan pihak desa untuk memperlihatkan surat penyerahan dan mengadakan pertemuan dengan oknum D untuk membahas masalah itu.
“Kami sudah pernah diperiksa pihak kepolisian mengenai kasus ini. Kami sebenarnya tidak menghalangi oknum D untuk membangun di lokasi tersebut, asalkan surat-suratnya lengkap, karena sejak awal kami tidak merasa menjual tanah tersebut,” tuturnya.
Pengalaman lain juga disebutkan korban Sukman bahwa status lahan miliknya mengalami nasib yang sama karena oknun D mengklaim tanah tersebut.
“Oknum D mengaku telah membayar tanahnya padahal kami sama sekali tidak menerima uang tersebut,” ujar Sukman.
Sukman merasa dirugikan, karena dalam lokasi tanah yang telah diklaim tersebut adalah kebun yang sedang dijalankan keluarganya.
Selain Sutu dan Sukman, korban lain bernama Akbar dan Ririn juga mengaku menjadi korban klaim lahan oknum berinisial D.
Menurut Akbar, dirinya sempat didatangi petugas polisi dengan tujuan pembayaran lahan. “Aparat itu datang ke rumah bawa uang. Kalau saya tidak terima, saya diancam menjadi tersangka penyerobotan lahan,” ucap Akbar mengutip perkataan oknum aparat.
Sedangkan Ririn menjelaskan, mulanya ayahnya meneken surat penyerahan tanah namun hingga kini belum menerima dana penjualan tanah.
“Waktu penandatanganan bapak saya dalam posisi di rumah. Datanglah utusan oknum D menyodorkan selebaran kertas untuk dibubuhi jempol,” tutur Ririn.
Sekira setahun kemudian katanya, lahan ayahnya digusur. Padahal keluarganya belum menerima dana.
“Kami malah berurusan dengan polisi. Dikira kami sudah terima dana, dan dituduh menyerobot lahan juga,” demikian kata Ririn.
Atas masalah tersebut para korban sepakat dan meminta kepada seluruh masyarakat untuk teliti dan tidak terkecoh membeli tahah dari oknum D di sekitar Kalukubula karena masih bersengketa.
“Harapan kami semua pihak kepolisian betul-betul mengusut kasus ini dengan transparan dan seadil-adilnya,” pungkasnya. (*/lib)