PALU – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu, kini telah memasuki usianya yang ke-25 tahun. Dideklarasikan di Jalan Otto Iskandar Dinata (Otista) Nomor 76, Tahun 1998 silam atau empat tahun setelah Deklarasi Sirnagalih, kini AJI Palu sudah beranggotakan puluhan jurnalis dari berbagai platform media, bahkan kalangan pers mahasiswa.
Hingga kini, AJI Palu masih terus berusaha menjaga komitmennya untuk menjaga marwah jurnalis agar tidak keluar dari relnya.
Di usianya yang ke-25 tahun ini, AJI Palu harus berhadapan dengan situasi yang semakin berat, mulai dari kasus kekerasan (verbal maupun non verbal) terhadap jurnalis, hingga ujian lain di tengah gencarnya arus informasi yang semakin tak terkendali.
Belum lagi, AJI juga diperhadapkan pada momentum tahun politik yang mengharuskan anggotanya untuk tetap berdiri “di tengah” dari kepentingan-kepentingan politik para peserta pesta demokrasi.
Bagi AJI, sedapat mungkin semangat ini harus tetap dijaga, meskipun harus bergelut dengan kepentingan ruang redaksi dan tuntutan upah layak yang belum juga terealisasi.
Ketua AJI Kota Palu, Yardin Hasan, mengatakan, AJI Palu dalam 25 tahun usianya terus berusaha menjaga komitmennya menjalankan fungsinya sebagaimana semangat Deklarasi Sirnagalih yang dicetuskan pada tanggal 7 Agustus 1994 dan UU Pers Nomor: 40 Tahun 1999, sebagai pijakan ideologinya.
“Ini bukan hal mudah, karena jurnalisme saat ini sedang berada pada zaman terberatnya. Di samping persoalan internal pers itu sendiri, jurnalisme juga menghadapi tantangan soal disrupsi media hingga AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan yang sekarang sudah dirasakan ancamannya,” tutur Yardin.
Di satu sisi, kata dia, pemenuhan hak publik untuk memperoleh informasi melalui karya jurnalistik yang berkualitas dan independen, tantangannya juga makin berat. Serangan terhadap jurnalis yang menjalankan fungsi kontrolnya masih terus terjadi di banyak tempat.
“Problem serius seperti ini masih terus terjadi dan memberi dampak pada usaha jurnalisme menyampaikan karya jurnalistik yang independen. Memang belum banyak yang kami bisa perbuat, tapi kami berusaha semampunya untuk melahirkan karya jurnalistik yang pro publik,” tutupnya.
AJI Kota Palu dideklarasikan oleh sekelompok jurnalis muda di Jalan Otista 76, Kota Palu, tepatnya di kediaman Maxi Wolor.
Sejarah AJI Kota Palu sendiri dimulai dari diedarkannya majalah “Independen” oleh aktivis mahasiswa yang tergabung di Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) Palu pada 1996-1997. Majalah itu diterbitkan oleh SMID Indonesia yang ditulis oleh wartawan yang majalahnya dibredel.
AJI Kota Palu berdiri di tengah berkecamuknya konflik komunal di Kabupaten Poso. Saat itu, AJI sering dimintai pendapat oleh jurnalis terkait penulisan berita konflik agar tidak memperkeruh suasana dan mengedepankan penyelesaiannya secara damai.
Berikut urutan Ketua AJI Kota Palu mulai dari Muhammad Nur Korompot sebagai ketua pertama, kemudian diganti oleh Maxi Wolor, Jafar G Bua, Ruslan Sangadji, Amran Amier/M Ridwan Lapasere, M Ridwan Lapasere/Muh Subarkah, Riski Maruto/Muh Sharfin, Muh Iqbal/Yardin Hasan dan Yardin Hasan/Kartini Nainggolan (2021-2024). (*/agg)