Site icon Radar Sulteng

Flash Back Permasalahan Pengelolaan Jamaah Haji di Sulawesi Tengah

KANTOR : Inilah kantor Kementerian Agama Kota Palu.(FOTO : MUCHSIN SIRADJUDIN/RADAR SULTENG)

PALU-Pengelolaan jamaah Haji masih saja sering menjadi sorotan. Ada plus minus di sana. Semisal di Kota Palu, di tahun 2023 masih banyak yang mengkritisi pengelolaannya. Hal ini sangat dirasakan oleh para jamaah Haji Indonesia khususnya jamaah haji asal Palu.

Seperti yang terungkap dalam sebuah grup WhatsApp (WA) jamaah haji Sulawesi Tengah (Sulteng), ada yang merasa dizolimi dengan beberapa permintaan pembayaran untuk jamaah haji ketika menunggu kepulangannya ke Indonesia.

Ada beberapa rangkaian agenda tambahan selain rangkaian ibadah wajib pascapelaksanaan proses haji, yang dinilai sering dimanfaatkan berbagai pungutan yang menjurus pungutan liar (pungli).

Salah seorang jamaah haji, inisial LU, mengeluhkan saat berada di Madinah beberapa kali dimintai pembayaran. Dirinya pernah dimintai Rp 250 ribu per sekali kegiatan. Jelas ini membuat beberapa jamaah haji yang sangat kritis mengganggu kenyamanan saat beribadah. Apakah ini sudah di luar biaya haji secara reguler?

Media ini merangkum beberapa pernyataan bernada protes, yang meminta agar pembimbing haji harus professional mengurus calon jamaah haji (CJH) dan jangan berbisnis.

“Tolong pembimbing haji yang betul-betul mengurus CJH dan jangan berbisnis masalah qurban. Itu pembimbing ibadah kalau kita jamaah tidak dibawa ziarah, padahal itu tugasnya pembimbing ibadah. Ini bukan cerita yang saya dengan suamiku yang rasakan. Mertua umur 83 tahun saya minta tolong sama pembimbing ibadah haji waktu di Bandara Madinah. Tolong orang tua ini dikasih naik di pesawat. Tapi apa itu jawabannya petugas, saya bukan petugasnya. Itu tugasnya kesehatan, “ ungkapnya.

“Selama di tanah suci mertuaku tidak pernah diurus. Sebagai pembanding, Petugas Haji Balikpapan mantap semua, lansia diurus, diantar bergantian di WC, “ ucapnya lagi.

“Kita mau ikut ziarah harus bayar Rp 250 ribu per orang. Bukan main dorang itu betul-betul bisnis. Yaaah, semoga berkah penghasilannya dan menjadi haji mabrur, “ bebernya.

Pernyataan lain, disampaikan oleh salah seorang jamaah haji musim haji 2023. Dia mengatakan, masalah pelayanan haji 1444 Hijriyah atau tahun 2023 Masehi itu yang katanya Ramah Lansia, ternyata itu hanya slogan belaka saja.

“Saya sudah mengalaminya sendiri, sangat memprihatinkan,” ujarnya.

Sebuah sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan, kepada media ini menegaskan agar jajaran Pengelola Haji dan Umroh Kota Palu melakukan pembenahan. Jangan sampai terjadi di musim haji tahun 2023 begitu banyak melakukan kekeliruan.

“Mungkin Kakan Kemenag Kota Palu perlu melakukan evaluasi, karena pelaksanaan Haji tahun 2023 itu tidak becus,” sebut sumber.

Sementara itu, Ketua Kelompok Terbang (Kloter) 13 Embarkasi Balikpapan (BPN-13), H. Taufik Abd. Rahim saat dikonfirmasi baru-baru ini mengungkapkan, pihaknya tidak pernah memprogramkan pelaksanaan ziarah di luar jadwal resmi yang telah ditentukan, apalagi memberikan beban kepada jamaah untuk membayar sejumlah uang.

“Ziarah (tambahan) itu bukan program kloter, karena kami sudah ada Rencana Kerja Operasi (RKO),” kata Taufik.

Meski begitu, Taufik tidak menampik jika sepanjang masa tinggal jamaah di Arab Saudi, para jamaah mendapatkan sejumlah tawaran untuk berziarah ke sejumlah kota dan situs bersejarah di Arab Saudi, bahkan hingga ke Mesir, dengan biaya layanan yang bervariasi.

Tawaran bepergian tersebut, disampaikan oleh para mukimin (orang Indonesia yang tinggal lama atau menetap) di sekitar Timur Tengah, di waktu-waktu senggang jamaah haji sambil menunggu rangkaian rukun atau wajib haji.

“Banyak tawaran-tawaran itu, ziarah ke Jeddah, ke Thaif, ke Mesir. Itu di luar program kloter. Namanya saja itu dimanfaatkan mukimin-mukimin di sana,” ungkap Taufik.

Bagi jamaah yang bersedia mengikuti ziarah ‘tambahan’ tersebut, Taufik menegaskan pihaknya mengharuskan untuk membuat surat pernyataan, yang berisi bahwa segala hal yang terjadi selama perjalanan bukan merupakan tanggungan dari pihak kloter atau panitia haji.

“Kalau ada jamaah yang minta izin untuk pergi ziarah, bikin surat pernyataan dulu. Kami beritahu bikin pernyataan apabila ada hal-hal terjadi itu di luar tanggungan pihak kloter. Surat itu harus dibuat tulis tangan sendiri oleh jamaah bersangkutan,” ujarnya.

Taufik menegaskan, pihaknya tidak pernah melakukan pungutan kepada jamaah. Hal tersebut, menurutnya, menjadi sesuatu yang sangat dihindari, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

“Kami (Kloter BPN-13) yang paling sering menyampaikan rangkaian-rangkaian kegiatan, mana yang menjadi tupoksi kami. Yang keluar (berziarah) itu berarti mendapat tawaran, yang diajak. Kalau ada yang diminta membayar, itu tidak menyetor ke Ketua Kloter, langsung ke pelaksana atau yang menawarkan layanan,” pungkas Taufik.(mch)

Exit mobile version