Site icon Radar Sulteng

Lima Tahun Warga Petobo Masih Hidup di Huntara

Kondisi Hunian Sementara yang ada di Kelurahan Petobo, Kota Palu, sudah banyak yang rusak, seperti lantai dinding dan fasilitas lainnya. Foto Wahono/Radar Sulteng.

PALU- Kehidupan warga Petobo yang masih tinggal di Hunian Sementara (Huntara) cukup memprihatinkan, terhitung lima tahun atau satu periode telah berlalu sejak gempa dahsyat 7,4 SR serta likufaksi mengguncang Kota Palu, Sulawesi Tengah pada tanggal 28 September 2018. Salah satu daerah yang paling parah terkena dampaknya adalah Petobo, sebuah Kelurahan yang ada diwilayah Selatan Kota Palu itu hampir sepenuhnya lenyap ditelan oleh tanah.

Meski berhasil selamat dari Bencana itu, warga belum bisa menarik napas lega setelah lima tahun berlalu, sebab sejumlah warga Petobo masih tinggal di Huntara, dan masih menanti kepastian tingal di tempat layak Hunian Tetap (Huntap) yang kini masih tahap pembangunan dilahan seluas 14 hektar.

Hal itu diungkapkan oleh seorang Kordinator Huntara Petobo, Abdul Naim, dimana saat ini masyarakat Kelurahan Petobo yang tinggal di Huntara masih ada sekitar 600 kepala keluarga. Keseluruhan warga ini tentu sudah terdata dan akan menempati Huntap yang sementara proses pembangunan. “Sekitar 600 KK lebih masih tinggal di Huntara, dibandingkan dengan data sebelumnya itu ada 800 lebih KK,”ungkapnya.

Menurutnya saat ini warga masih menunggu Huntap Kawasan dan Mandiri. Dikarenakan ada berapa tahap dalam pemindahan ke Huntap Mandiri, yang mana pada tahap pertama sudah dipindahkan. “Tahap kedua dan tahap ketiga itu belum, sekarang masih sementara,”kata Abdul Naim.

Naim menjelaskan bahwa kondisi Huntara saat ini sudah sangat tidak layak untuk di tinggali, sebab banyaknya dinding dan lantai yang sudah lapuk. Tidak hanya itu fasilitas pendukung seperti tempat untuk buang air besar (WC) sudah rusak, dan sangat terbatas. “Sekarang persoalan hanya itu, selain dari mata pencarian warga,”keluhnya.

Mata pencarian warga sejak lima tahun terakhir adalah kembali memanfaatkan lahan likufaksi, dimana yang berprofesi sebagai petani kembali melakukan penanaman, dan warga lainnya hanya memanfaatkan puing-puing rumah untuk dijual ke barang berkas. “Kami sudah kehilangan mata pencarian, jadi apapun pekerjaan dilakukan, selain mengumpulkan rongsokan besi tua juga kerja buruh bangunan,”terang Naim.

Selain itu, Warga Petobo yang sudah menerima Huntap Mandiri, Suhariadi, menjelaskan bahwa ia dan keluarga sudah tinggal di Huntap pada tahap pertama. Namun dirinya masih ikut serta berjuang bersama warga lainnya hingga mendapatkan Huntap Kawasan, dimana dalam pembangunan Huntap Kawasan sebanyak 655 unit yang dibangun oleh dua perushaan BUMN. “Kami sudah coba tanyakan soal jumlah unit yang terbangun sudah 600 bangunan yang sudah berdiri, namun belum dalam pemasangan atap,”katanya.

Kemudian warga yang belum menempati Huntap, Djafar Lawinda, menyatakan sudah menyerahkan semuanya kepada pemerintah, dan meminta agar pemerintah bisa mempercepat proyek pembangunan Huntap. “Iyah kami sudah lima tahun disini, dan kondisi Huntara sudah tidak layak, selain panas juga bangunan sudah rusak,”keluhnya.

Djafar Lawinda nantinya akan menerima Huntap kawasan yang ada di Kelurahan Petobo. Dirinya harus pasrah dengan keadaan di Huntara, bagaimanapun kondisi tetap sabar sampai menerima hunian yang layak. “Sekarang mau bagaimana lagi, sabar dan hanya sabar menunggu Huntap,”ujarnya.

Akan tetapi, menurut Ameria yang juga warga Huntara Petobo, sangat kecewa dengan apa yang dijanjikan oleh pemerintah, sebab pendataan yang dilakukan sejak tahun 2018 hingga saat ini tidak teralisasikan, bahkan dirinya harus terus menerus dilakukan pendataan ulang, dan bahkan pendataan selalu dilakukan setiap tahun. “Anehnya jelang di bulan September pasti ada pendataan lagi, kalau nga salah tahun ini juga ada, jadi setiap tahun dan data yang saya berikan sudah yang kelima kalinya,”tegasnya.

Sebagai kaum perempuan, tentunya kondisi Huntara saat ini hanya menjadi kewhawatiran, sebab tidak terpisahnya kamar mandi antara laki-laki dan perempuan bahkan banyaknya kunci pintu yang rusak membuat Ia merasa sudah tidak neyaman tinggal di Huntara. “Kami yang perempuan ini siksa, kalau mau mandi atau ke kamar mandi, karena ada juga WC yang rusak dan kunci pintu juga rusak,”kata Ameria, sambil mengelus dada.

Dirinya bahkan sudah pindah dari Huntara sebelumnya, sebab Huntara yang awal dia tinggali sudah rusak dan sebagian sudah mendapatkan Huntap di Tondo, sehingga dirinya memilih untuk ke Blok Huntara yang agak ramai. “ Kami mendesak agar pemerintah segera merampungkan pembangunannya,”harap Ame sapaan akarbnya.

Sementara ditemui disela-sela rapat menyangkut penanganan bencana di Sulteng, Kepala BPBD Kota Palu, Presly Tampubolon, menyampaikan bahwa menjelang lima tahun pasca bencana, dan semua proses terus dilakukan dalam prinsip percepatan dengan melibatkan baik pemerintah Pusat, Provinsi dan Kota Palu. “Kita melihat bahwa penangnanan saat ini sudah diakhir penanganan rehabrekon sesuai dengan Perpres nomor 8 tahun 2022 bahwa kita harus menuntaskan ini sampai akhir 2024,”jelasnya.

Sehingga saat ini dalam penanganan penyelesaian Huntap sudah dijelaskan juga dalam Rapat koordinasi teknis, disebutkan kota Palu ada 4800 unit Huntap, baik itu Huntap Kawasan, Satelit dan Mandiri. “Kita sudah merelokasikan sebanyak 2067, sehingga capaian sudah 43 persen atau mendekati 44 persen, sehingga masih ada 50 persen lebih lagi yang belum masuk Huntap, kurang lebih sebanyak 2800 lagi,”kata Presly.

Presly menerangkan posisi pembangunan Huntap sudah diatas 75 persen, dan rencana dalam rapat akan melakukan finalisasi pada akhir Desember 2023, dan tidak ada keterlambatan agar di tahun 2024 sudah melakukan relokasi warga yang masih di Huntara untuk masuk ke Huntap. “Jadi tidak menunggu semua unit Huntap jadi, karena begitu unit selesai langsung warga yang berhak langsung masuk atau relokasi,”katanya.

Kemudian berkaitan dengan Huntara, Presly akui bahwa ada warga yang berhak menerima Huntap dan ada yang tidak sesuai dengan kualifikasi. “Jadi yang awalnya ngontrak tentu akan kembali ngontrak, karena tidak akan masuk dalam kualifikasi Huntap,”tegasnya.
Namun masih ada opsi dari pemerintah, seperti apa yang disampaikan Walikota Palu, dimana nantinya warga yang masih di Huntara memiliki tanah bisa dibantu dalam sumber pembiayaan pembangunan rumah. “Jadi pembiayaan dari non pemerintah, hanya sekarang persoalan di lahannya, Agar tidak menyalahi kebijakan dalam mendapatkan Huntap, tentunya semua harus atas dasar ketentuan atau aturan yang tepat,”terang Presly.

Presly bahkan meyakini bahwa berdasarkan pernyataan dari pihak Kementerian PUPR dapat dipastikan penyintas yang masih tinggal di Huntara akan masuk ke Huntap di tahun 2024. “Iyah kami pastikan sudah bisa masuk semua ditahun 2024, karena pembangunan Huntap sudah selesai,”tutup Presly. (who)

Exit mobile version