PALU – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Poso, Provinsi Sulawesi Tengah, pada Selasa siang (19/12/2023), memutus ontslagh perkara tindak pidana dengan terdakwa Ahlis, Kepala Desa Tamainusi nonaktif, Kecamatan Soyo Jaya, Kabupaten Morowali Utara.
Dalam hukum pidana, putusan ontslagh van recthsvervloging dapat diartikan sebagai putusan lepas dari segala tuntutan hukum.
Sidang pembacaan putusan di PN Poso digelar sekitar pukul 14.30 Wita. Dihadiri terdakwa Ahlis. Beberapa pihak lainnya hadir secara daring atau online, termasuk penasehat hukum terdakwa.
Usai pembacaan putusan, penasehat hukum Ahlis yang dimintai tanggapannya menyatakan menerima putusan majelis hakim PN Poso yang telah menyidangkan perkara kliennya nomor 304/Pid.B/LH/2023/PN Pso.
“Jadi pada prinsipnya, kami menerima putusan ontslagh (lepas demi hukum). Terkait putusan hari ini, kami sangat mengapresiasi majelis hakim PN Poso. Karena pembuktian-pembuktian yang telah kami ajukan, menjadi pertimbangan majelis hakim dalam amar putusannya,” kata Swandi Arham SH., MH, penasehat hukum Ahlis usai pembacaan putusan.
Pembuktian yang diajukan penasehat hukum selama persidangan berlangsung antara lain, beberapa saksi yang meringankan serta bukti-bukti berupa surat tanah atau alas hak, seperti SHM, SKT dan surat penyerahan.
“Kami juga mengajukan surat putusan perdata objek yang sama dalam kasus ini. Karena permohonan (gugatan perdata) kami di pengadilan tingkat pertama dikabulkan majelis hakim,” ujarnya.
Terkait pertimbangan hukum majelis hakim, Swandi mengaku akan menunggu dulu petikan putusan dari PN Poso. Setelah itu ada, barulah ia memastikan apa saja dasar pertimbangan hakim memutus ontslagh.
“Ada beberapa tadi referensi Perma yang dibacakan sebagai pertimbangan hakim. Cuma saya tidak hafal nomor dan tahunnya. Ada juga surat edaran Jaksa Agung tahun 2013 yang menyatakan bahwa ketika terjadi perkara pidana yang berkaitan dengan objeknya tanah, itu harus ditangguhkan dulu. Jadi, itulah yang membuat kami semakin yakin sejak awal bahwa dakwaan JPU kurang pas,” ungkap Swandi.
“Dan materi-materi pembelaan, bantahan, dan pembuktian yang kami ajukan, ternyata memang dipertimbangkan. Sebaliknya, sejak awal kami menganggap legal reasoning (dasar hukum) dakwaan JPU dalam kasus ini masih prematur,” tambahnya.
Swandi tak menampik bahwa putusan ontslagh majelis hakim betul-betul memenuhi rasa keadilan yang diharapkan terdakwa Ahlis selaku kliennya. Dirinya sebagai penasehat hukum juga demikian.
Usai pembacaan putusan, pihak jaksa penuntut umumi masih menyatakan pikir-pikir untuk melakukan upaya hukum lanjutan.
Terdakwa Ahlis yang diminta komentarnya usai vonis ontslagh, mengaku lega dengan putusan hakim PN Poso.
“Subhanallah, alhamdulillah. Apa yang kami harapkan sebagai masyarakat biasa, itu terbukti. Keadilan hukum berpihak kepada saya hari ini. Saya ini masyarakat kecil,” ujarnya lirih.
Ia memberi apresiasi kepada majelis hakim. Karena pertimbangannya cukup objektif.
“Tadi (pertimbangan) hakim benar-benar masuk ke usur-usur pertimbangan keadilan,” tegas Ahlis dengan nada suara bergetar.
Selama menjalani sidang (perdata maupun pidana) Ahlis mengaku berusaha untuk sabar dan ikhlas. Karena ia harus berhadapan dengan pemilik modal. Berhadapan dengan perusahaan besar. Sementara dirinya harus memperjuangkan haknya.
“Kalau mau jujur, siapa yang tidak merasa tertekan. Apalagi saya masih sebagai aparatur pemerintah desa. Keluarga juga begitu. Terlepas dari apa yang terjadi selama ini, pada hari ini saya sudah agak lega. Alhamdulillah,” kata Ahlis penuh syukur.
Sekadar diketahui, Ahlis merupakan Kepala Desa Tamainusi nonaktif. Desa dipimpinnya berada di Kecamatan Soyo Jaya, Kabupaten Morowali Utara.
Dalam kasus pidana bernomor 304/Pid.B/LH/2023/PN Pso yang diputus ontslagh, Ahlis didakwa melakukan tindak pidana penebangan kayu di areal hutan.
Ia didakwa melanggar Pasal 36 angka 19 Undang-undang RI no.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah pasal 78 ayat (2) jo pasal 36 angka 17 yang mengubah pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan.
Dalam kasus ini, Ahlis dituntut 2 tahun penjara dan denda 200 juta oleh JPU.
Sebelumnya, dalam kasus perdata dengan objek yang sama, gugatan perdata Ahlis juga dikabulkan PN Poso. Ia dinyatakan menang melawan PT Latanindo Mining dan Dinas Kehutanan Sulteng.
Ahlis Dirugikan dengan Opini Negatif
Sementara Keluarga besar Kepala Desa Tamainusi nonaktif, Ahlis, merasa sangat dirugikan dengan opini negatif yang dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab pada Senin 18 Desember 2023. Ahlis diisukan akan divonis bebas oleh PN Poso dalam kasus pidana penebangan kayu di areal hutan. Beritanya pun viral di media-media online.
Tapi nyatanya tidak. Bocoran vonis bebas yang menerpa Kades Tamainusi nonaktif, Kecamatan Soyo Jaya, Kabupaten Morowali Utara, itu tidak terbukti alis hoaks.
Dalam sidang putusan yang digelar Selasa siang (19/12/2023), majelis hakim PN Poso memutus ontslagh (bebas dari hukuman) Ahlis. Dalam hukum pidana, putusan ontslagh van recthsvervloging dapat diartikan sebagai putusan lepas dari segala tuntutan hukum.
Menanggapi isu negatif yang menimpa Kades Tamainusi nonaktif, Anhar Ak mewakili pihak keluarga sangat menyayangkan hal itu. Ia menduga ada upaya by design dan coba-coba mengintimidasi putusan pengadilan.
“Isu murahan. Terbukti kan bahwa itu tidak benar. Ahlis hari ini tidak divonis bebas. Putusan ontslagh,” sanggah Anhar Ak yang diketahui kakak sepupu Ahlis, usia menghadiri sidang di PN Poso, Selasa siang.
Anhar mengaku lega dengan putusan hukum adiknya itu. Proses pengadilan yang dihadapi Ahlis benar-benar melelahkan. Dihantam kiri kanan, dari segala arah.
“Hari ini, kasus yang sengaja “dibuat” kepada Ahlis, sedikit demi sedikit menemui titik terang. Gugatan perdata kami diterima. Kasus pidana hari ini diputus ontslagh. Semua masalah ini berawal dari perjuangan Ahlis yang mempertahankan haknya atas tanahnya sendiri,” ujar Anhar.
Di tengah-tengah rasa pesimis dan sebagainya, ternyata keadilan itu ada. Ahlis masih mendapatkan keadilan yang sesungguhnya. Ini sangat membuat keluarga terharu kata Anhar.
“Karena Ahlis ini bukan siapa-siapa. Tapi dia berhadapan dengan siapa-siapa. Ahlis hanya rakyat kecil, hanya masyarakat biasa saja. Yang bekerja untuk menghidupi anak dan istrinya, melindungi warganya sebagai kepala desa. Itu saja, tidak lebih dan tidak kurang,” ungkap Anhar.
Menurut Anhar, ketika menghadapi proses hukum, Ahlis sebagai orang desa tidak terbiasa dengan hal seperti itu. Apalagi berhadapan-hadapan dengan perusahaan besar. Ini menjadi pelajaran bagi siapa saja ke depannya.
“Kasus yang dihadapi saudara kades ini, menjadi perhatian bagi kita semua. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi kepada saudara-saudara kita lainnya besok hari. Karena bagaimana pun ini berkaitan dengan perkembangan daerah, khususnya menyangkut masalah lahan pertambangan di Morowali Utara,” warningnya.
Terlepas dari putusan majelis hakim PN Poso yang memvonis ontslagh kasus pidana Ahlis, Anhar meminta pihak-pihak tertentu untuk tidak mengembangkan opini liar. Opini yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Majelis hakim, lanjutnya, pasti punya pertimbangan memutus sebuah perkara. Selain itu, mereka juga diawasi dalam setiap tindakan dan keputusannya.
“Jadi saya meminta, stop beropini liar. Itu sangat merugikan Ahlis. Itu pembunuhan karakter. Merugikan keluarga kami. Sangat bejat isu vonis bebas yang dihembuskan kepada adik kami sebelum sidang putusan digelar,” prihatin pria yang juga anggota DPRD Kota Samarinda ini.
Apalagi opini liar itu juga dikomentari saudara Mardiman Sane yang merupakan seorang doktor hukum.
“Mardiman Sane itu sahabat saya, rekan saya, teman sejawat saya. Tapi sangat saya sayangkan komentarnya. Seakan-akan ikut percaya dengan isu liar bocornya vonis bebas adik saya,” ujar Anhar.
Harusnya sebagai seorang intelektual, Mardiman jangan ikut menguatkan isu vonis bebas terhadap Ahlis. Karena kenyataannya tidak terjadi alias hoaks.
Bahkan disampaikan Mardiman jika ini terjadi, ini yang pertama kalinya pelaku perambah hutan divonis bebas. Statmen Mardiman menurut Anhar, sungguh melukai hati keluarga dan masyarakat Desa Tamainusi.
“Mestinya dia (Mardiman) tidak boleh terjebak dalam opini yang terlalu liar begitu. Karena dia seorang public figur yang bisa jadi dipercaya statmennya. Biarkanlah hakim yang memutus perkaranya. Kita bukan tidak boleh berpendapat, tapi pendapat Mardiman terlalu jauh dari fakta sebenarnya pada hari ini,”kritik Anhar.
Dan setelah vonis onslagh, Anhar menegaskan bahwa Ahlis bukanlah seorang pembalak hutan. Bukan seorang penjarah kayu.
Ahlis saat itu hanya membersihkan kebunnya. Tanah di mana dia dilahirkan. Sehingga isu vonis bebas yang ikut dikomentari saudara Mardiman Sane, benar-benar sangat mencederai rasa keadilan.
“Mari kita sama-sama banyak belajar lagi soal hukum. Supaya hal-hal di luar nalar dan akal sehat, tidak kita sewot. Kami paham anda mungkin berkawan dengan perusahaan, tapi jangan nodai atau coba intimidasi putusan hukum,” tandas Anhar. (*/ron)