PALU-Merespon aksi unjuk rasa damai dari beberapa aliansi dan organisasi wartawan yang ada di Sulawesi Tengah (Sulteng), terhadap Rancangan Undang Undang (UU) Penyiaran yang dipredisksi akan mengekang kebebasan Pers membuat salah satu aktivis Pena 98 Yahdi Basma terusik, dan memberikan pernyataan persnya mendukung penolakan yang dilakukan para wartawan.
Yahdi Basma, saat ini adalah Ketua Dewan Pembina PAKU ITE Indonesia, Paguyuban Korban UU ITE, eks Anggota Fraksi NasDem DPRD Sulteng 2014-2024, Pendiri PENA’98 Indonesia.
“Semangat mewujudkan keadilan, kebebasan dan kesetaraan adalah khittah peradaban umat manusia. Ia tak mungkin pudar di tiap zaman, “ kata Yahdi Basma dalam rilis persnya yang dikirimkan ke redaksi media ini, Minggu (26/05/2024).
Yahdi juga menyatakan rasa empatinya dengan mengatakan, hormat kepada kawan-kawan jurnalis yang kembali turun ke jalan untuk menolak Revisi UU Penyiaran, di Tugu Titik Nol Kota Palu, Sulteng, dan serentak di berbagai Kota di Indonesia kemarin, 24 Mei 2024.
Menurutnya serupa dengan isu pencemaran nama baik sebagai alat pemukul suara kritis dalam UU ITE.
Dikatakannya, sekadar mereview kembali, saat ini di Sulteng, ada dua aktivis yang sedang menghadapi pasal karet ini di tingkat litigasi Pengadilan Dunia.
Pertama, jurnalis senior Hasanuddin Lamatta (Pemred di salah satu media online), sebagai Pelapor dugaanan kasus Bupati Tolitoli 2017-2022, Pasal 27(3) UU ITE, tahap kasasi MA. Kedua, Agus, aktivis pemuda Poboya, Kota Palu. Pelapor : Pihak Perusahaan Tambang. Tahap tingkat pertama Pengadilan Negeri.
“Kedua kasus ini sungguh merupakan batu uji bagi para pihak, khususnya oknum Majelis Hakim di badan-badan peradilan di Indonesia, yaitu Pengadilan Negeri (PN) Palu dan Tolitoli, Pengadilan Tinggi (PT) Sulteng, dan Mahkamah Agung, atas kegelisahan dan kepercayaan publik. . Masihkah negeri ini menempatkan Pengadilan sebagai benteng untuk merebut keadilan? Termasuk pula, batu uji bagi para pejuang keadilan hukum dimanapun berada, “ paparnya.
Dikatakannya, jika putusan bebas Haris Azhar dan Fatia Hafid (aktivis HAM) 08 Januari 2024 mencerminkan, yang dijerat delik defamasi serupa, sungguh masih menyisakan seonggok keadilan (baca: harapan dan optimisme) dari menggunungnya tumpukan sampah pembungkaman FoE (Freedom of Expression) yang dijamin oleh konstitusi republik ini.
“Sambil menunggu putusan kasasi Udin Lamatta dan putusan PN Palu terhadap Agus Poboya, sembari evaluasi aksi Tolak Revisi UU Penyiaran. Markiput, mari kita seruput kopi pagi ini. Salam juang, “akhirnya.(mch)