PARIMO – Polisi kini terus memburu sang pemilik modal usaha pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Desa Lobu Kecamatan Moutong, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Meski begitu, publik bertanya-tanya, mengapa PETI masih dibiarkan beroperasi. Apakah ada dukungan dari aparat penegak hukum (APH), sehingga kegiatan yang mestinya diawasi oleh APH masih terlihat massif dilakukan.
Media ini, sempat mendapatkan informasi, bahwa hampir rata-rata PETI di Kabupaten Parimo telah dikuasai oleh para cukong, dan preman yang dibackup oleh aparat (APH). “Ini masih dugaan yah. Tapi saya hakul yakin, ini ada pembiaran, oleh siapa? Yah, oleh aparat penegak hukum, “ ungkap sebuah sumber yang minta identitasnya dirahasiakan, kepada Radar Sulteng, Kamis (27/04/2023).
Bahkan, Polda Sulteng melalui Kabid Humas Polda Sulteng Kombespol Joko Wienartono menyatakan akan memburu pelaku PETI lainnya bersama pemilik modal sekaligus, dan akan menggelar press release kepada para wartawan. Namun hingga hari ini, rencana konferensi pers itu tidak pernah terwujud. Ada apa?
Berita sebelumnya, pasca tewasnya lima penambang di perusahaan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI), polisi telah melakukan penyelidikan sebab musabab terjadinya kecelakaan itu. Seperti yang disampaikan Kabid Humas Polda Sulteng Kombespol Joko Wienartono kepada Radar Sulteng, Selasa (18/04/2023).
Dijelaskan Kabid Humas, polisi akan melakukan penyelidikan terkait kasus longsor di areal pertambangan, siapa saja yang mengizinkan, siapa pemodalnya, dan mengapa melibatkan masyarakat.
“Kami dari kepolisian akan melakukan penyelidikan pasca terjadinya kasus ini. Yah, penyelidikan ini dalam artian yang luas yah. Termasuk penyelidikan terhadap pemodal tambang ini,” ucap Kabid Humas Polda Sulteng.
Mengenai siapa otak dan penggagas dibuatnya tambang itu, pihak Polda Sulteng akan melakukan konferensi pers dengan para wartawan, setelah penyelidikan ini dilakukan dan mengetahui pemodal tambang ini.
“Tunggu saja yah. Kami pasti akan melakukan konferensi pers untuk merilis kejadian ini. Terutama soal hasil penyelidikan kami terhadap munculnya peristiwa kecelakaan di Dusun IV Tagena Desa Lobu Moutong Kabupaten Parigi Moutong,” janji Kabid.
Merespon lambannya penindakan yang dilakukan Polda Sulteng, sekelompok pemuda yang tergabung dalam Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (LS-ADI) menggelar aksi di depan Markas Polda Sulteng, Rabu (19/04/2023) pekan lalu.
Aksi ini merespon keras perihal kasus tanah longsor di area pengolahan tambang emas tanpa izin (PETI) di Desa Lobu Kecamatan Moutong, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) yang menelan lima korban jiwa.
Koordinator lapangan (Korlap) aksi unjukrasa LS-ADI, Ahmad Malik, menuturkan bahwa kasus PETI sering terjadi di wilayah Kabupaten Parimo, tetapi tidak mendapatkan atensi (perhatian khusus) yang baik dari pihak penegak hukum.
“Kasus PETI di Parigi Moutong sudah seringkali terjadi, tetapi tidak menjadi suatu bahan evaluasi untuk para aparat penegak hukum (APH), sehingga hal itu terus berulang karena kurangnya pengawasan serta penindakan dari pihak kepolisian,” ujar Ahmad.
Hal senada juga disampaikan oleh Koordinator Aksi Pengurus Besar (PB) LS-ADI, Mastang, menyebutkan kasus PETI yang ditangani oleh Polres Parimo dan dan Polda Sulteng di Desa Lobu terdapat pernyataan yang tidak singkron.
“Kasus PETI di Kecamatan Moutong yang telah menelan lima korban jiwa yang meninggal pada kejadian tersebut. Dalam penjelasan oleh pihak kepolisian terdapat hal yang tidak saling berhubungan. Karena pihak Polres Parigi Moutong menyatakan bahwa kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan. Kemudian Polda Sulteng menyatakan bahwa masih menyelidiki salah satu oknum kepolisian Polda Sulteng yang diduga terlibat dalam pemungutan upeti di aktivitas PETI di Lobu,” papar Mastang.
Menurutnya pihak Polres Parimo cenderung melakukan pembiaran dan tidak bertindak serius terkait PETI tersebut.
“Polres harus lebih serius dalam menangani PETI di Parimo. Jangan sampai, ketika lokasi eks bencana sudah ditutup tetapi masih ada aktivitas di wilayah PETI karena hal ini pernah terjadi di PETI Desa Buranga,” tambahnya.
Dikatakannya, PT. KNK harus bertanggungjawab dengan musibah yang ada.
“Lokasi PETI di Lobu ini adalah lokasi milik PT. KNK. Hal ini jelas pada pernyataan Camat Moutong yang mengatakan pihak PT. KNK telah meminta jatah dari masyarakat yang terlibat dalam pertambangan di Lobu, dan jelas mereka harus bertanggungjawab karena akibat PETI ini sudah memakan korban jiwa,” bebernya.
Karena itu, dia meminta keseriusan Kapolda Sulteng yang baru dalam menyikapi PETI di Sulteng. Jangan hanya mempetieskan kasus massif ini.
“Kapolda baru ini harus menyelesaikan masalah PETI di Sulteng. Karena sudah banyak korban akibat aktifitas PETI di daerah itu. Jika pak Kapolda tidak bisa menyelesaikan masalah PETI ini, maka silakan turun dari jabatan sebagai Kapolda Sulteng, ” tegasnya.(mch)