Site icon Radar Sulteng

Penyelamatan Mata Air di Hutan Terakhir  dalam  Kepungan Tambang Galian C

HUTAN TERAKHIR: Meski terkesan gersang, Kelurahan Buluri memiliki sejumlah mata air yang tersebar di kaki Gunung Loli. Mata air ini muncul disebabkan adanya hutan dengan beragam jenis dan ukuran di atas lahan sekitar 2-3 hektare. Kawasan Hutan Uwentumbu adalah hutan terakhir yang menyediakan warga sumber air bersih dan terletak hanya 300 meter dari tambang galian C.(FOTO: NUR SOIMA ULFA/RADAR SULTENG)

FOTO DAN TEKS : NUR SOIMA ULFA

GUNUNG Loli yang membentang di wilayah administrasi Kota Palu dan Donggala menjadi “rumah baru” bagi perusahaan tambang galian C. Sampai detik ini beberapa perusahaan masih aktif menggali area di kaki hingga punggung gunung, mengekstraksi tanahnya menjadi pasir dan batu (Sirtu).

Konon, Sirtu dari kawasan pegunungan yang beada di pesisir Palu-Donggala ini termasuk grade A. Ini sudah dibuktikan dengan kesuksesan impor Sirtu ke Nusa Tenggara Barat untuk pembangunan Sirkuit Internasional Mandalika. Ada kabar burung mengatakan, jauh sebelum Mandalika, Sirtu asli Palu-Donggala ini diimpor hingga ke Singapura dan ikut mensuskseskan pembangunan reklamasi di sekitar kawasan elit Sentosa.

Sederetan prestasi inilah kemudian disinyalir ikut mendatangkan proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) ke Palu-Donggala. Koordinator Jatam seklaigus anggota Koalisi Petisi Palu-Donggala, Muh. Taufik usai upacara peringatan 17 Agustus 2024 di kawasan mata air Uwentumbu menyebutkan Sulawesi Tengah kebagian  pekerjaan untuk menyuplai 30 juta ton Sirtu untuk pembangunan IKN.

Di tengah upaya untuk memenuhi target itu, perusahaan galian C disinyalir mempercepat produksi. Dua tahun terakhir adalah tahun-tahun dimana dampak lingkungan akibat produksi Situ sangat dirasakan oleh warga asli yang bermukim di sekitar tambang.

Koordinator Koalisi Petisi Palu-Donggala, Arman mengungkapkan terjadi degradasi lingkungan parah dan menurunkan kualitas hidup warga. Khususnya di Kelurahan Buluri yang merupakan tempat tinggalnya.

Arman menyebut tambang galian C menyebabkan dari udara tercemar debu halus yang menyebabkan Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), debu yang menutupi tanaman serta tumbuhan sekitar, ancaman banjir dan longsor, hingga ancaman hilangnya sumber air bagi warga.

Arman menyebut di Kelurahan Buluri, dulunya ada banyak mata air yang bisa diakses warga. Namun semenjak beberapa perushaan tambang galian C besar beroperasi di Buluri, ada mata air yang berpindah tangan menjadi milik privat perusahaan dan warga kesulitan mengaksesnya.

Satu-satunya kawasan hutan yang masih terawat di Kelurahan Buluri adalah kawasan Uwentumbu. Di kawasan ini hutan dengan jenis flora dan fauna yang beragam masih bisa ditemukan dan terawat dengan asri. Ada sekitar lima mata air yang ada di Uwentumbu.

Namun, Arman dan warga yang tergabung dalam Koalisi Petisi Palu-Donggala cemas karena Uwentumbu hanya berjarak 300 meter dari lokasi tambang milik PT Anugerah Palu Mining (APM). Bukti begitu dekatnya Uwentumbu ini dengan tambang bisa dilihat dari tebalnya debu putih menyelimuti daun-daun di pohon.

“Air sebenarnya juga ikut tercemar debu. Tapi tidak terlihat oleh mata karena debu larut dalam air. Ini bahaya, karena secara budaya, ada warga Buluri masih mengonsumsi air ini mentah karena percaya bila kalau orang mau sembuh, dikasih minum air dari mata air ini,” kata Arman.

Kekhawatiran kehilangan mata air dan hutan kemudian muncul diakibatkan temuan data yang dihimpun oleh Koalisi Petisi Palu-Donggala bahwa kawasan Uwentumbu telah masuk dalam konsensi PT APM, dengan status konsensi pencangan. Bila status itu naik menjadi operasi produksi, maka kawasan Uwentumbu bisa terancam eksistensinya dan boleh jadi bernasib sama dengan mata air lainnya.

Koalisi Petisi Palu-Donggala pun melakukan upaya penyelamatan mata air Uwentumbu dengan melakukan beberapa kampanye kreatif sebagai bentuk penyadaran multi pihak. Misalnya, melakukan penanam bibit di kawasan Uwentumbu dan melakukan upacara bendera 17 Agustus 2024 di kawasan Uwentumbu.  Berikut kisah Uwentumbu, hutan terakhir dan upaya penyelamatannya. (*)

GUNUNG DAN HUTAN HABIS: Lokasi area pertambangan Galian C milik PT Watu Meriba Jaya pada Selasa siang (10/9/2024). Kawasan kaki Gunung Loli dan hutan di kawasan ini habis akibat dari ekstraksi batuan menghasilkan pasir dan batu. Beberapa alat berat bahkan bisa dilihat dengan mata telanjang dari Jalan Poros Palu-Donggala meski debu halus berterbangan dan terlihat seperti asap putih.(FOTO:NUR SOIMA ULFA/RADAR SULTENG)

PERAWATAN: Salah satu mata air terbesar di kawasan Hutan Uwentumbu, Kelurahan Buluri, Kota Palu yang menghidupi kurang lebih 1.000 jiwa. Tampak Koordinator Koalisi Petisi Palu-Donggala yang juga warga lokal Buluri, Arman, membersihkan saluran air dari daun yang berjatuhan. Mata air di kawasan ini dilindungi oleh bangunan beton dan airnya disalurkan melalui pipa langsung ke rumah-rumah warga.(FOTO:NUR SOIMA ULFA/RADAR SULTENG)

KENA DAMPAK: Dampak debu dari aktivitas tambang galian C dapat pada daun-daun pohon di kawasan mata air Uwentumbu, yang hanya berjarak sekitar 300 meter dari tambang pada Selasa (10/9/2024). Tumpukan debu ini begitu tebal dengan warga abu keputihan. Debu-debu juga ditemukan di tanaman sekitar rumah warga Buluri.(FOTO:NUR SOIMA ULFA/RADAR SULTENG)

BERDEBU: Aktivitas truk muatan Sirtu yang lalu lalang di Jalan Poros Palu-Donggala, juga menyebabkan debu berterbangan. Salah satunya di area jembatan Buluri, yang masih dalam tahapan perbaikan.(FOTO:NUR SOIMA ULFA/RADAR SULTENG)

BUKAN ASAP TAPI DEBU: Kawasan kaki Gunung Loli yang menjadi lokasi tambang galian C pada puncak aktivitas pertambangan pada Selasa siang (10/9/2024). Tampak cekungan-cekungan tanah dan bongkahan dinding batu dari kejauah. Adapun asap putih yang terlihat membumbung sejatinya adalah debu hasil dari aktivitas ekstraksi batu dan pasir.(FOTO:NUR SOIMA ULFA/RADAR SULTENG)

PUNYA PERAN VITAL: Mata air yang mengaliri dari kawasan Uwentumbu punya peran vital dalam kehidupan sehari-hari warga Buluri. Ada sekitar 1.000 jiwa yang bergantung pada sumber air ini. Mulai dari kebutuhan minum, MCK, sanitasi, hingga makan-minum ternak.(NUR SOIMA ULFA/RADAR SULTENG)

KAMPANYE PENYELAMATAN MATA AIR: Anggota dan simpatisan Koalisi Petisi Palu-Donggala melakukan kampanye penyelamatan mata air di Kawasan Uwentumbu pada Kamis (8/8/2024). Selain menanam pohon, mereka juga memproduksi poster-poster yang menyerukan pentingnya penyeamatan mata air itu dari aktivitas tambang galian C yang mengepungnya.(NUR SOIMA ULFA/RADAR SULTENG)

INVESTASI HIJAU: Penanaman bibit pohon di Kawasan Mata Air Uwentumbu, Kelurahan Buluri, Kota Palu pada Kamis (8/8/2024). Penanaman bibit pohon ini merupakan bagian dari kampanye kreatif penyelamatan mata air dengan melibatkan anggota dan simpatisan Koalisi Petisi Palu-Donggala.(FOTO:NUR SOIMA ULFA/RADAR SULTENG)

HARUS MERDEKA DARI TAMBANG: Pesan kuat “ Kawasan Hutan dan Sumber Air Uwentumbu Harus Merdeka dari Tambang” terpampang jelas dalam baliho berukuran besar, yang menjadi latarbelakang upacara  bendera 17 Agustus di Kawasan Uwentumbu. Upacara dilakukan pada Sabtu (17/8/2024) dan dilakukan oleh anggota dan simpatisan Koalisi Petisi Palu-Donggala.(FOTO:NUR SOIMA ULFA/RADAR SULTENG)

 

 

Exit mobile version