Site icon Radar Sulteng

Terungkap, Ini Dia Pemilik Asrama Mahasiswa Buol di Palu yang Benar

BERSEJARAH : Wasekjen PB. IKIB, Dr. Jamaludin Sakung (kiri), didampingi salah seorang pengurus PB. IKIB Jalil Gugere (tengah), saat berdiskusi dan mendengarkan informasi penting terkait sertifikat Asrama Mahasiswa dan Pelajar Buol di Jln. Watumapida Kota Palu, dengan H. Mansyur Sadu (kanan).(FOTO: MUCHSIN SIRADJUDIN/RADAR SULTENG).

PALU-Pengurus Besar Ikatan Keluarga Indonesia Buol (PB IKIB) pusat, mulai mengusut dan mengurus sejarah keberadaan Asrama Mahasiswa Buol yang terletak di Jalan Watumapida Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Maksud dan niat baik itu kini terwujud, dengan kehadiran seorang tokoh masyarakat Buol H. Mansyur Sadu (84 tahun), pensiunan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang lama bertugas di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), hingga pensiun sebagai Sekretaris DPRD Kabupaten Buol, sekitar tahun 2007.

“ Ini petunjuk dari Allah SWT, datangkan orang yang baik dan tau persis sejarah asrama Buol di Palu. Narasumbernya jelas dan luar biasa Om Mansyur Sadu. Insya Allah ini petunjuk dan barokah, “ ucap Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PB. IKIB, Dr. Jamaludin Sakung, kepada Radar Sulteng, Jumat (19/05/2023).

Dijelaskan Mansyur Sadu saat wawancara, letak tanah (lokasi) asrama Persatuan Pelajar Mahasiswa Buol (PPMB) saat terjadinya penyerahan berada di Desa Lolu Palu Kabupaten Daerah Tingkat II Donggala Provinsi Sulawesi Tengah.

Dalam dokumen sertifikat tanah yang diserahkan dari pemiliknya, disebut sebagai Pihak Pertama, adalah pemilik tanah Longki Lohololoda Djanggola, alamat Desa Lolu Palu, Kabupaten Daerah Tingkat II Donggala provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya, disebutkan Pihak Kedua, atau penerima tanah Mohammad Mansur Sadu atas nama Pengurus GKK Sulawesi Tengah, IKIB Sulawesi Tengah, masyarakat petani kelapa Buol, dan wakil Persatuan Pelajar Mahasiswa Buol.

Dalam penyerahan itu dijelaskan, Pihak Pertama menyerahkan pembangunan Asrama Persatuan Pelajar Mahasiswa Buol di Desa Lolu Palu Kabupaten Daerah Tingkat II Donggala Provinsi Sulawesi Tengah, dengan luas tanah 9.210 m2 (sembilan ribu dua ratus sepuluh meter persegi) kepada Pihak Kedua.

Tanah sebagaimana dimaksud tersebut adalah hak milik atas nama Longki Lohololoda Djanggola, sebagai bagiannya dari orang tuanya, yang diberikan secara sukarela kepada masyarakat Buol atas nama keluarga besar Pua Datuk Yondi Lohololoda Djanggola secara sukarela sesuai peruntukkannnya sebagaimana tersebut di atas.

Batas-batas tanah (lokasi) Asrama Persatuan Pelajar Mahasiswa Buol:
Sebelah Utara Tanah/bangunan milik Asrama Korem 132 Tadulako, Tanah Modindi Palu. Sebelah Selatan Tanah/bangunan Rumah Said Ladjintyo/lndo Rau suami/isteri. Sebelah Timur tanah kosong, dan Sebelah Barat
Utaranya tanah milik Abdul Hamid Samah, BA, dan Ibu Husni suami/isteri, dan selatannya tanah milik Bambang.

Setelah dilakukan penerimaan tanah tersebut, dari Pihak Pertama sebagai pemilik tanah dan Pihak Kedua telah menerima dari pihak Pertama, maka Pihak Kedua secara sah menjadi pemilik tanah.

Dalam hal terdapat perbedaan luas tanah yang menjadi objek serah terima dengan hasil pengukuran oleh instansi Kantor Agraria/Kantor Pertanahan, maka para Pihak Kedua akan menerima hasil pengukuran tersebut untuk kepentingan pembuatan surat (Sertifikat) tanah, memilih tempat (wilayah hukum) sesuai ketentuan yang ditetapkan berlaku, dan domisili pihak Pertama dan Pihak Kedua.

Pihak Pertama di Desa Lolu Palu, Kecamatan Palu, Kabupaten Tingkat II Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Pihak Kedua di Desa Lolu Palu (rumah kediaman Gubernur/Guesthouse) Sulawesi Tengah, Kecamatan Palu, Kabupaten Tingkat II Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah.

Surat penyerahan kepemilikan tanah ini dibuat dan ditandatangani di Palu, pada 30 Desember 1965. Pihak Pertama, Longki Lohololoda Djanggola, kepada Pihak kedua atas nama Pengurus GKK Sulawesi Tengah, PKK Makbul, Koperasi Primer Sukma dan Masyarakat Petani Kelapa/Kopra Buol Mohammad Manssur Sadu.

Inilah dokumen penting yang menandakan bahwa kepemilikan Asrama Mahasiswa dan Pelajar di Jln. Watumapida Kota Palu adalah milik warga Buol. Menjadi tugas PB IKIB untuk memperjuangkan kepemilikan tanah itu secara hukum dalam rangka menunjukan keabsahannya kedepan.

Atas semakin jelasnya kepemilikan Asrama Mahasiswa dan Pelajar tersebut, beberapa tokoh Buol memberikan masukannya, agar keabsahan ini disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Tolitoli, sehingga kepemilikan ini tidak ada lagi komplain dari berbagai pihak.

Misalnya Amrin Alimasa menyarankan untuk membentuk tim khusus dalam rangka membicarakannya dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tolitoli.

“Untuk melakukan pendekatan mestinya ada tim khusus PB. IKIB yang ditunjuk, ini sekadar saran, “ kata Amrin Alimasa, tokoh Buol yang berdomisili di Palu.

Ishak Sadu, juga tokoh masyarakat Buol menerangkan, bahwa dari sekian orang yang tahu persis riwayat tanah itu sudah almarhum antara lain Hamid Samah, Yusuf Butudoka, Yusri Dawaraji, Abd Samad Juruha, Ibrahim Butudoka, dan Ali Hadu.

“Waktu itu kaka bilang tidak seorangpun orang Tolitoli tinggal di asrama. Nanti di tahun-tahun 1975 ada satu dua orang bergabung tinggal di asrama antara lain Adeng Datu Amas, Sukartono (almarhum) dan yang di atas tahun 1975 Ale Bantilan (Moh. Saleh Bantilan), Kres, dan Jony Katiandago. Kalau almarhum Munsyi Riuh (Buol dari Tolitoli) di bawah tahun 1975. Mungkin masih ada teman kaka yang masih hidup yang tahu persis riwayat pembelian tanah itu, “ tutur Ishak Sadu.

“ Alhamdulillah kronologisnya 5 halaman sudah dikoreksi pak Longky (Longky Djanggola), dan alhamdulillah tadi sore beliau sudah tandatangan, pak haji, “ ucap sebuah sumber.

Langkah selanjutnya yang ditandatangani pak Longky akan dibawa ke Bupati Tolitoli, berdasarkan diskusi tim kecil PB IKIB. Tapi kalau ada masukan langkah selanjutnya bisa dikomunikasikan.

“Kata kunci dari surat yang ditandatangani pak Longky adalah tanah asrama adalah pemberian Pua Yoto (ayahanda Pak Longky Djanggola) kepada Pelajar dan Mahasiswa Buol tahun 1966, dan pak Longky nyatakan tidak menerima sepeserpun pembayaran tanah dari siapapun, “ tegas Jamaludin Sakung, Wasekjen PB. IKIB.

Ditambahkan Ishak Sadu, persoalannya kecil. Karena dasar Kabupaten Tolitoli mengatakan bahwa Asrama Buol milik Pemda Tolitoli karena saat pemekaran kabupaten ada ketentuan memang bahwa asset-aset di luar yang berada di luar Kabupaten induk dan kabupaten pemekaran maka aset itu menjadi milik kabupaten induk, padahal aset yang diklaim ini bukan dibeli dengan dana APBD Kabupaten Buol Tolitoli sebelum berpisah kabupaten.

“ Jadi, solusinya hanya menghapus data aset asrama yang tercatat di Kabupaten Tolitoli, dan data yang ada di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah yang harus diketahui oleh Ketua dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tolitoli dan DPRD Kabupaten Buol. Jika sudah dihapus dari kabupaten induk maka pencatatan aset asrama tersebut sudah berada di Kabupaten Buol. Sehingga, setiap audit aset dari BPK Perwakilan Sulteng untuk tahun-tahun kedepan sudah dihapus dari aset kabupaten induk dan sudah tercatat di Kabupaten Buol, “ paparnya.

Disampaikan pula, bahwa keterangan aset itu menurut Longky Djanggola keliru. Memang ada usaha dari petani kopra Buol tapi bukan untuk membayar tanah. Itu sesuai dalam kronologis pertama.

“ Semoga dari Pemda Tolitoli belum mengetahui proses yang sementara dilakukan, semoga cepat selesai. Iya nanti menyesuaikan saja. Prinsipnya aset harus ada ajusmen dari BPK Perwakilan Sulawesi Tengah dari Kabupaten Tolitoli ke Kabupaten Buol, ” katanya mengingatkan.

Sekali lagi, perlu tim kecil PB. IKIB yang melakukan gerak cepat (gercep), baik dari Palu maupun dari Buol menyelesaikan prosedur ini. Dimana penghapusan aset harus melalui rapat paripurna DPRD kabupaten. Sama halnya dengan aset Kota Palu yang sekian lama dimiliki Donggala.

Pendapat lain mendukung, kalau saat ini Asrama Buol statusnya masih aset Kabupaten Tolitoli, maka apa yang disampaikan Ishak Sadu benar. Apalagi kalau ada sertifikat.

“Intinya kita sudah pegang kronologis asal usul tanah, bahwa itu hak milik msyarakat Buol, bukan Pemda Kabupaten Tolitoli. Karena memang untuk proses pelepasan aset Pemda membutuhkan proses, dan itu butuh waktu. Cuma memang perlu mungkin kita bentuk tim kecil dari PB. IKIB atas nama masyarakat Buol untuk mendorong agar ada cambuk Pemda Buol maupun Pemda Tolitoli untuk menyelesaikan permasalahan ini, mumpung masih ada pelaku sejarah atas keberadaan tanah asrama ini, ” tandasnya.

“ Kami setuju dibentuk tim apa. Nanti akan dilakukan pembatalan sertifikat dan diganti dengan pengurusan sertfikat baru yang butuh argumen dan dokumen-dokumen pendukung lainnya, “ tegasnya.

Anggota Majelis Tinggi PB IKIB, Syamsudin Salakea ikut nimbrung, menurutnya ini sebagai penanda berikutnya adalah keluarga Buol-Tolitoli, saat bulan puasa melaksanakan taraweh keliling.

“ Saat saya masih studi di Manado, datang ke Palu bulan puasa sempat mengikuti taraweh yang saat itu diimami Hi. Hasan Tawil di kediaman Saleh Korompot, “ beber Syamsudin Salakea.

Dikatakannya lagi, yang ada istilah organisasi warga Buol hanya ada di Makassar, ditandai dengan Asrama Mahasiswa Buol asrama Belibis. Masih ada saksi hidup sebagai penghuni asrama ketika itu Karim Hanggi mahasiswa Farmasi di Makassar.

Menurutnya, gaung istilah menasional justru diinisiasi oleh Pelajar Mahasiswa Buol seluruh Indonesia dengan melaksanakan Simposium Masyarakat Buol dari 26 sampai 30 Desember 1996 di Kantor Doka Leok, dengan segala macam kegiatan. Saat itu pimpinan sidang simposium yaitu Karim Hanggi, Syamsuddin Salakea dan Sukarno Tarakuku. Dengan menghasilkan antara lain rencana pembangunan Buol disegala bidang, dan penuntutan Otonomi Kabupaten Buol.

“Dengan pembangunan wilayah Buol yang tidak seimbang dengan wilayah Tolitoli karena lebih terkonsentrasi di wilayah Tolitoli, maka disadari oleh tokoh-tokoh masyarakat Buol dimana saja berada, dengan alasan ketertinggalan pembangunan wilayah Buol yang terisolir dan nyaris penuh kemiskinan tanpa pembangunan di segala sektor yang sesuai walau minimal saja, maka di medio tahun 1996, dimulai di rumah saya dengan mengundang sdr. Ibrahim Timumun, Is Baculu, dan Syamsudin Intam melaksanakan diskusi di rumah saya beberapa hari tentang Buol, “ paparnya.

“Gayung bersambut, makin banyak yang hadir, dilanjutkan di asrama Buol karena yang hadir sudah banyak termasuk Ir. Abdul Karim Mbouw dan tokoh-tokoh masyarakat Buol lainnya. Akhirnya atas saran bapak Karim Mbouw, pertemuan rapat-rapat pindah ke rumah beliau, yang dijadikan sekretariat pelaksanaan Musyawarah Besar Rakyat Buol seluruh Indonesia di Leok Buol dari tanggal 3 sampai dengan 5 Januari 1997, yang dibuka secara resmi oleh Gubernur Sulteng HB. Paliuju, ditandai dengan pengguntingan pita Tugu Peringatan yang masih ada saat ini di Kelurahan Leok I Kabupaten Buol, “ urainya.(mch)

Exit mobile version