MORUT – Langit di atas wilayah Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara nampak cokelat kemerahan. Kondisi ini sudah berlangsung sejak beberapa bulan terakhir. Besar kemungkinan, situasi itu dipengaruhi aktifitas pertambangan.
Kondisi langit di wilayah tersebut dapat terlihat dari arah Kota Kolonodale, Kecamatan Petasia. Intensitasnya tidak menentu. Jika diperhatikan, nampak seperti partikel debu.
Peritiwa ini serupa terjadi saat industri smleter PT Central Omega Rescources Industri Indonesia di Dusun Lambolo, Desa Ganda Ganda, Petasia, masih aktif beroperasi beberapa waktu lalu. Saat itu banyak warga setempat minta direlokasi.
Untuk mengetahui potensi pencemaran udara di wilayah Petasia Timur dan sekitarnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Morut Syarifuddin menjelaskan kondisi saat ini.
Menurut dia, tahun 2022 Morut berada di peringkat ke 9 dari 13 kabupaten dan kota pada daftar Indeks Kualitas Udara (IKU) Sulawesi Tengah. IKU merupakan salah satu komponen untuk menentukan IKLH atau Indek Kualitas Lingkungan Hidup suatu daerah.
Peringkat IKU Morut diketahui berdasarkan hasil dari pemantauan kualitas udara ambien dengan menggunakan metode passive sampler dua parameter.
“Peringkat IKU dikeluarkan Kementerian LHK setelah melalui uji laboratorium. Selanjutnya kami masih menunggu hasil IKU tahun 2023,” kata Syarifuddin kepada Radar Sulteng, Rabu (26/10).
Kepala Bidang Perencanaan dan Kajian Lingkungan Hidup DLHD Morut, Sigit menjelaskan parameter kualitas udara dalam wilayah Morut yang diukur dalam metode passive sampler berupa polutan udara Sulfur Dioksida (SO2) dan Nitrogen Sioksida (NO2).
Sigit menyebutkan SO2 dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan lainnya jika kadarnya telah melampaui baku mutu. Sementara NO2 berpengaruh terhadap hujan asam yang menyebabkan korosi dan segala macam dampaknya.
NO2, kata Sigit, sumbernya dari aktivitas pabrik, gas buang atau emisi termasuk juga kendaraan kendaraan yang sumbernya dari diesel maupun pabrik cerobong yang menggunakan batubara.
Pemantauan kualitas udara ambien dalam metode tersebut, kata Sigit, disebar di empat lokasi mulai dari kawasan pemukiman di Kampung Bugis, perkantoran Bahoue, kawasan transportasi, serta kawasan industri di PT Gunbuster Nikel Industry (GNI).
“Dua parameter tersebut yang kita pantau, hasilnya masih di bawah standar baku mutu secara nasional, artinya kualitas udara kita masih layak. Pemantauan ini sudah berjalan selama tiga tahun,” jelasnya.
Melihat kian berkembangnya industri nikel di Morut yang kemungkinan berdampak pada polusi udara dan gangguan lingkungan, Kepala DLHD Morut mengaku sedang menyiapkan langkah koordinasi dengan Kementerian LHK.
Upaya itu menurut Syarifuddin sekaitan dengan pemantauan kualitas udara dengan metode IQ MS. Pasalnya, intruksi pemasangan alat tersebut adalah kewenangan kementerian.
“Kami mau koordinasi dulu dengan Kementerian LHK, karena ada alat itu namanya IQ MS untuk dipasang di cerobong pabrik, monitoringnya secara online,” tandasnya.
Ditemui terpisah, Ketua DPRD Morut Hj Warda Dg Mamala saat dimintai pendapat terkait hilirisasi nikel yang kemungkinan berdampak pada kesehatan masyarakat dan lingkungan mengaku akan meminta komisi terkait dalam DPRD Morut untuk duduk bersama membicarakan langkah yang tepat guna mendorong investasi yang sehat.
“Kita tidak bicara dulu sumber polusi udara itu dari perusahaan mana, tapi yang pasti DPRD akan mengundang pihak perusahaan untuk duduk bersama membicarakan tentang investasi ramah lingkungan,” sebut Ketua DPD II Golkar itu, Rabu.
Sebelumnya, Bupati Morut Delis Julkarson Hehi ditemui Radar Sulteng usai upacara HUT Morut ke-10 di pelantaran Kantor Bupati, Senin (23/10), mengatakan investasi yang kini marak di daerahnya pasti menimbulkan bermacam dampak positif maupun negatif, salah satunya soal potensi isu kesehatan dan lingkungan.
Menyikapi persoalan tersebut, Bupati Delis memastikan pemerintah daerah hingga saat ini terus melakukan upaya pencegahan agar dampak negatif itu tidak sampai merugikan masyarakat.
“Karena itu yang perlu kita lakukan adalah meminimalisir dan mencegah dampak-dampak negatif dari investasi itu agar tidak merugikan,” ujarnya.
Salah satu contoh pencegahan menurut Bupati adalah monitoring kualitas udara dan air di sekitaran perairan Teluk Tomori. Sejauh ini hasilnya masih dalam ambang kewajaran.
“Kondisi udara dan air kita masih dalam tahap toleran (baku mutu) yang ditetapkan oleh aturan, tapi ketika melewati kita akan laporkan ke Dinas Lingkungan provinsi dan Kementerian LHK,” tegas Delis.
Selain menjalankan metode baku terhadap pengawasan lingkungan, Bupati juga mengemukakan pemerintah daerah selalu ramah terhadap investasi, dengan catatan investasi yang ramah terhadap masyarakat dan lingkungan.
“Ini menjadi catatan, jika di lapangan ditemui permasalahan lingkungan maka kita mendorong agar investasi memenuhi standar yang ditetapakan, semisal penggunaan penyaring udara di pabrik-pabrik,” tandasnya.
Delis juga mengajak berbagai pihak untuk melakukan pengawasan terhadap investasi yang masuk di wilayah Morut. Jika menemukan permasalahan maka masyarakat diimbau untuk melaporkannya ke intasi terkait.
“Tahun kemarin kami sudah mengkapanyekan good mining practices kepada pemilik-pemilik perusahaan di Jakarta. Kampanye ini juga dilakukan pada pertemuan di PT Bumanik beberapa waktu lalu,” sebut Delis. (ham)