PALU – Fraksi NasDem DPRD Kota Palu mengadakan pertemuan dengan Deputi II Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden untuk membahas upaya percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana alam. Pertemuan ini diselenggarakan sebagai respons terhadap perpanjangan masa rehabilitasi dan rekonstruksi yang diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 tahun 2022 tentang Penuntasan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Gempa Bumi, Tsunami, dan Liquifaksi di Sulteng.
Dalam konsultasi tersebut, Fraksi NasDem DPRD Kota Palu bertemu dengan Abetnego Tarigan, yang menjabat sebagai Deputi II Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden. Tarigan memiliki tugas utama dalam membantu Presiden dalam pengendalian, percepatan, pemantauan, dan evaluasi penyelesaian masalah kebencanaan.
Ketua Fraksi Nasdem, Mutmainah Korona, menjelaskan bahwa dalam diskusi tersebut, ditemukan beberapa langkah penting yang harus segera dilakukan untuk mempercepat pembangunan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana alam yang terjadi pada 28 September 2018.
“Salah satu langkah tersebut adalah menyusun skala prioritas untuk berbagai permasalahan pembangunan rehabilitasi dan rekonstruksi yang belum terselesaikan, terutama dalam pemenuhan hak-hak dasar masyarakat,” ungkapnya, Minggu (28/5).
Berdasarkan rumusan skala prioritas terkait masalah-masalah yang masih tertunda dalam tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, Bang Nego, sapaan akrab Abetnego Tarigan, akan melakukan kunjungan ke Kota Palu bersama dengan perwakilan Kementerian yang bertanggung jawab dalam penyusunan dokumen induk rehabilitasi dan rekonstruksi pasca perpanjangan Inpres No. 8 tahun 2022.
Fraksi NasDem DPRD Kota Palu berharap bahwa konsultasi kebijakan yang dilakukan kepada Kantor Staf Presiden akan membawa perubahan yang signifikan dalam percepatan pembangunan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana alam yang terjadi pada 28 September 2018. Saat ini, sudah memasuki tahun kelima sejak bencana tersebut terjadi, dan diharapkan bahwa realisasi pembangunan dapat segera dilaksanakan pada tahun 2023.
Salah satu fokus utama dari langkah-langkah penyelesaian adalah menangani masalah yang dihadapi oleh para korban dalam pemenuhan hak hunian tetap, kepemilikan kartu keluarga sementara (KK Gendong), dan pembangunan sekolah yang belum terselesaikan di wilayah pasca bencana alam.
“Masalah fasilitas pendidikan yang memprihatinkan juga menjadi perhatian, terutama di beberapa titik seperti Balaroa, Petobo, Talise, dan Panau, serta Tawaeli. Semoga bisa segera terselesaikan,” harapnya.
Mutmainah juga menambahkan bahwa point problem saat ini yaitu terkait pembangunan huntap yang masih mengalami keterlambatan, diantaranya persoalan lahan, vendor pembangunan Huntap, PT WIKA, tenaga kerja lapangan, suplay barang dan problem teknis lainnya yang menghambat lambatnya ketersediaan Huntap bagi penyintas.
“Dan problem fasilitas pendidikan di wilayah likuifaksi dan tsunami yang masih sangat memprihatinkan termasuk penyelesaian kejelasan pembangunan sekolah SD Inpres Perumnas Balaroa yang belum memiliki izin membangun kembali, ” tambahnya.(who)